"Saya percaya, kalau istri berdaya secara ekonomi dia akan bersuara, dia juga korban dan anak adalah korban," kata Wakil Ketua Komnas Perempuan Masruchah.
Hal itu disampaikan dia usai jumpa pers 'Catatan Akhir Tahun Komnas Perempuan' di Kantor Komnas Perempuan, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (3/12/2012).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau Fany berani menyuarakan meskipun dia mendapatkan tekanan. Kalaupun ada islah, saya melihat ada tekanan karena korban mengalami tekanan berlipat dari pelaku. Saya rasa korban telah mempertimbangkan sangat panjang, sebagai perempuan biasa dan Aceng adalah kepala daerah yang memiliki kuasa, memberi uang banyak. Fany ini masih anak-anak, saya rasa dia tidak kenal Rp 250 juta," jelas Masruchah.
Atas tekanan yang datang pada Fany, Masruchah menilai tekanan yang dialami Fany bertambah dari masyarakat yang menyalahkan Fany sebagai korban.
"Dikatakan korban tidak tahu diri, korban matre dan lain sebagainya. Kita tidak boleh melihat seperti itu karena Fany masih anak kecil, dia tidak tahu arti dari uang yang dikasih Aceng," imbuh dia.
Komnas Perempuan sering menemui korban nikah siri yang secara individu mengalami trauma dan harus dipulihkan secara psikologis dan ekonomi.
Kasus terakhir, salah seorang istri siri yang berani melapor adalah Fitriani yang merupakan istri anggota DPRD Kabupaten Tasik Denin Ramdani. Fitriani menolak berdamai dengan Denin dan melaporkan sang suami ke polisi.
(nwk/trq)