Aksi diawali sekitar pukul 10.30 WIB. Massa yang diangkut menggunakan puluhan bus dan truk itu long march dari masjid Baiturrahman sambil membentangkan poster-poster penolakan rencana pembangunan pabrik semen. Setibanya di gedung DPRD, massa yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) berorasi.
Salah satu warga yang tinggal di kawasan pegunungan Kendeng, Sarti (50) mengaku khawatir pabrik semen akan 'memakan' tanah miliknya dan merusak lingkungan sekitar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain JMPPK, massa berasal dari Pusat Koordinasi Daerah Mahasiswa Pecinta Alam (PKD Mapala) Jawa Tengah. Menurut koordinator PKD Mapala Jateng, aksi ini menuntut adanya Revisi Perda Provinsi Jateng Nomor 6 tahun 2010 tentang rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jateng Tahun 2009-2029 yang dinilai mengancam kelestarian pegunungan Kendeng yang menjadi wilayah pertambangan.
"Dari kementrian ESDM Pegunungan Kendeng ditetapkan sebagai kawasan lindung. Tapi dari Provinsi ada yang ditetapkan sebagai kawasan pertambangan dan industri," tandas Adib.
"Pegunungan Kendeng terancam eksploitasi dengan adanya pembangunan pabrik semen," imbuhnya.
Aksi berlanjut dengan teatrikal yang dilakukan oleh lima orang dan menggambarkan penolakan pembangunan pabrik semen. Setelah itu mereka membakar gunungan kertas hitam bergambar logo-logo perusahaan semen dan tengkorak.
"Bakar pabrik semen, bakar pabrik semen," teriak aktor teatrikal.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah, Hadi Santoso menjelaskan kawasan Sukolilo di daerah Pegunungan Kendeng memang ada yang masuk ke kawasan Industri. Meski demikian, ia akan menampung tuntutan warga dan akan menindaklanjutinya.
"Di sana ada kawasan lindung, pertanian dan industri. Mereka meminta semua dijadikan kawasan lindung. Revisi bukan hal yang mustahil, tapi butuh waktu," ujar Hadi.
Setelah sekitar dua jam beraksi, massa membubarkan diri dengan tertib sambil long march menuju masjid Baiturahhman Semarang.
(alg/try)