"Kenapa halte dipakai berjualan? Karena orang sudah sedikit yang naik bus, otomatis halte jadi ditinggalkan, maka dimanfaatkan oleh pedagang. Itu semua karena busnya tidak nyaman," terang pengamat perkotaan Yayat Supriyatna.
Di samping itu, bus sekarang tidak harus berhenti hanya di halte melainkan bisa di mana saja. Masyarakat tentu sudah sangat biasa melihat bus yang menaikkan dan menurunkan penumpang di sepanjang jalanan Jakarta. Ini kontras jika dibandingkan halte Busway.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yayat mengemukakan bahwa kejadian alih fungsi halte menjadi tempat berdagang adalah masalah klasik Ibu Kota. Ini tidak bisa dilepaskan dari peran aparat setempat yang memang mengijinkan secara tidak legal dengan menarik uang dari para pedagang.
"Tidak ada tempat yg gratis di Jakarta ini. Jika ada pemanfaatan maka ada pembayaran, misalnya ke Kelurahan, Kecamatan, preman juga bermain. Ada faktor simbiosis mutualisme antara penguasa setempat dan pedagang," ujar Yayat.
Detikcom menemukan halte bus yang berubah fungsi menjadi lapak jualan, di antaranya di kawasan Pasar Minggu dan kawasan Cawang. Pedagang-pedagang di kedua halte tersebut mengaku telah lama berjualan. Bahkan pedagang di Pasar Minggu mengaku membayar Rp 150 ribu ke Camat, Lurah, dan RT setempat.
(ahy/ahy)