Bagi Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana, peningkatan status ini merupakan tahapan positif untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina. Dari sekadar entitas pemantau pemantau non-anggota (non-member observer entity) menjadi negara pemantau non-anggota (non-member observer state).
"Palestina telah diakui oleh mayoritas negara di PBB dari sekedar entitas menjadi sebuah negara, mengingat kategori Palestina saat ini adalah non-member observer state sejajar dengan Kota Vatikan," kata Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi, Jumat (30/11/2012).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Israel bisa dianggap telah melanggar hukum internasional," lanjut Hikmahanto.
Sebelumnya mengingat Palestina tidak dianggap sebagai negara maka serangan Israel dikategorikan sebagai tindakan polisionil suatu pemerintahan terhadap wilayah yang diduduki.
Para petinggi sipil dan militer Israel yang memutus kebijkan penggunaan kekerasan bisa didakwa melakukan kejahatan internasional yang menggunakan kekerasan terhadap negara lain.
Arti selanjutnya, status Palestina saat ini bakal mengubah kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Negara adidaya itu tidak bisa memandang enteng suara dunia yang ingin Palestina menjadi sebuah negara.
Dan tidak kalah penting, status ini bisa menjadi modal kuat warga Palestina untuk memperjuangkan kemerdekaannya. "Solusi dua negara bagi penyelesaian konflik Palestina-Israel semakin dekat," tandasnya.
Sidang Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat, pada Kamis (29/11/2012) waktu setempat, memberikan suara bulat untuk mengakui peningkatan status Palestina di PBB. Kini PBB mengakui status baru Palestina sebagai negara pemantau non-anggota dari status sebelumnya yang hanya sebagai entitas pemantau. Palestina mendapat dukungan mayoritas yakni 138 negara anggota majelis umum PBB. Sementara hanya 9 negara anggota yang menolak dan sisanya, 41 negara menyatakan abstain dalam voting yang digelar.
(mok/nwk)