Masalah inilah yang dijawab PT Freeport Indonesia melalui program social development. Sebagai bagian dari komitmen tanggung jawab sosial, Freeport berupaya membangun kehidupan masyarakat di wilayah kontrak karya. Dua suku lokal yang jadi perhatian Freeport adalah suku Amungme di dataran tinggi dan suku Kamaro di pesisir pantai Mimika.
Suku Amungme menetap di 3 desa yaitu Desa Tsinga, Desa Aroanop dan Desa Banti. Sebelum adanya lapangan terbang perintis Mulu di Desa Tsingaa, masyarakat harus turun gunung berjalan kaki 3-4 hari ke Timika untuk membeli kebutuhan sehari-hari atau menjual hasil bumi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk transportasi masyarakat, Freeport menyediakan helikopter yang memiliki rute Timika dan Tembagapura di Mimika. Adanya lapangan terbang dan helikopter juga dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur desa. "Di desa, Freeport membangun rumah mereka, gereja, puskesmas," terang Ramdani.
"Membangun desa-desa mereka dengan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan, semua dibangun free untuk masyarakat," imbuhnya.
Khusus untuk suku Kamoro, Freeport membangun fasilitas sosial, menyediakan transportasi bus termasuk aliran listrik yang pembayaran penggunaannya ditanggung perusahaan.
Semua fasilitas gratis ini diberikan karena suku Amungme dan Kamoro menjadi pemegang hak wilayah kegiatan pertambangan Freeport.
Selain itu 5 suku kekerabatan yakni suku Dani, Damal, Moni, Ekari, dan suku Nduga juga menjadi bagian dari program social development Freeport. "Dari awal Freeport bekerjasama dengan masyarakat lokal," sambungnya.
Program corporate social responsibility (CSR) Freeport berfokus di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan, lembaga adat dan pengembangan seni budaya. Program ekonomi kerakyatan dimaksudkan mengembangkan potensi warga untuk berbisnis. Freeport membuat program pelatihan dan sosialisasi cara berbisnis termasuk bantuan pendanaan sebagai modal awal.
"Di dataran tinggi (suku Amungme) bertani dan beternak. Sementara suku Kamoro yang lokasinya di dataran rendah memiliki usaha bervariasi dari kelompok pengukir, perajin, peternakan ayam,
Dana program CSR ini kata Ramdani diambil dari kas Freeport untuk pengembangan masyarakat, lewat Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAKA). Ada juga dana abadi yang disiapkan khusus oleh Freeport.
"Dan dana operasional yang dikelola Departemen Social Outreach dan Local Development," jelas dia.
Agar program pemberdayaan masyarakat dan pembangunan desa terarah, Freeport mempekerjakan masyarakat setempat yang lolos kualifikasi sebagai karyawan departemen Community Development. "Sehingga CSR bisa tepat sasaran dan betul-betul yang dibutuhkan masyarakat," ujar Ramdani.
(fdn/lh)