"Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 yang melukai Bung Karno sesungguhnya bisa dicabut dengan melakukan pengujian konstitusionalitasnya," kata pakar hukum tata negara Dr Irman Putrasidin saat berbincang dengan detikcom, Jumat (9/11/2012).
Menurut Irman, pencabutan ini untuk memberikan pembelajaran kepada lembaga negara untuk tidak menjatuhkan keputusan dengan sewenang-wenang. Hal ini untuk menjadi refleksi bersama seluruh rakyat Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara normatif, tidak boleh ada produk hukum yang bertentangan dengan konstitusi masih ada di Indonesia. Oleh karenanya menjadi penting untuk mencabut TAP MPRS tersebut.
"Pada intinya tidak ada satu pun produk hukum bebas berkeliaran di suatu negara jikalau produk hukum tersebut ternyata bertentangan dengan konstitusi," cetus Irman.
Namun pandangan ini berbeda dengan pandangan pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqqie. Menurut anggota Dewan Gelar ini dengan menyandang gelar pahlawan nasional maka Tap MPRS yang negatif soal Soekarno pada tahun 1967 otomatis tak berlaku. Pahlawan nasional memiliki syarat tak memiliki cacat hukum, sehingga apa pun yang terjadi di masa lalu kini sudah dihapus.
Dalam sambutan penyematan gelar Pahlawan Nasional pada 7 November, SBY menyebut stigma negatif yang berawal dari TAP MPRS No XXXIII/1967 itu tidak berlaku karena sudah dihapus. Karena itu, mulai hari ini SBY mengajak agar rakyat Indonesia tak ragu lagi menjadikan Bung Karno sebagai pahlawan dan bapak bangsa.
Pernyataan SBY itu disambut gembira Megawati. "Maka berarti bahwa hal-hal yang terjadi di masa lalu terutama mengenai Tap MPRS yang selama ini membelenggu Presiden Soekarno seperti tadi Presiden mengatakan menjadi sebuah stigma maka itu dengan demikian tentu sudah dinyatakan tidak ada lagi," kata Mega.
(asp/nrl)