Para pengemis datang berbagai negara seperti Pakistan, Afrika dan Mesir. Sebagian besar di antaranya sudah menjadi mukimin dan hidup berkeluarga di Mekkah selama bertahun-tahun. Mereka mengemis di sekitar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi Madinah. Namun mereka tidak berani terlalu dekat dengan dua lokasi tersebut karena pasti akan diusir asykar (petugas keamanan).
Jumlah pengemis memuncak pada saat prosesi di Mina. Hampir semua jalan menuju Mina, seperti jalan Sari' Sidqi, Aziziyah dipenuhi ribuan pengemis, terutama pengemis dari Mesir dan Afrika seperti Sudan. Demikian pula di sekitar tenda jamaah haji Indonesia di Mina.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada juga pengemis yang membuat tenda untuk beristirahat bersama anaknya. Namun ada pula yang tidur di pinggir jalan hingga prosesi Mabit di Mina selesai. Mereka akan pergi meninggalkan kawasan itu karena sudah tidak ada lagi jamaah yang mau memberikan sedekah.
Selain di tempat itu, di Jabal Rahmah kawasan Padang Arafah, Gunung Jabal Tsur dan Jabal Nur juga terdapat banyak pengemis. Di Jabal Rahmah misalnya, di sepanjang tangga terbawah hingga atas dekat tugu juga banyak ditemui peminta-minta menunggu sedekah dari jamaah.
Untuk mencari belas kasihan dari jamaah haji, ada berbagai cara yang dipakai. Trik-trik yang dipakai pun tidak jauh berbeda dengan cara mengemis di Indonesia.
Ada yang berpura-pura salah satu tangannya cacat. Ini kebanyakan dilakukan oleh anak-anak baik laki-laki maupun perempuan. Bila kita benar-benar mengamati ternyata salah satu tangannya tidak cacat. Namun hanya ditekuk ke arah bahu kemudian diikat menggunakan kain dan ditutup dengan baju mereka. Bahkan ada yang mirip adegan akrobat dengan melipat salah satu kaki ke arah tengkuk.
Sedangkan para pengemis berusia lanjut, sebagian besar di antaranya hanya mengucapkan doa sambil menengadahkan tangan ke arah jamaah yang sedang melintas. Ada pula yang mengatakan 'one riyal' sambil mengarahkan tangannya ke arah mulut yang menandakan untuk makan.
Pada hari pertama saat akan mabit di Mina, menjelang Maghrib, kami bersama beberapa rekan berjalan menuju Mina yang letaknya sekitar 500 meter dari pemondokan. Di tengah jalan, kami memberikan sedekah 1 riyal kepada seorang anak kecil yang duduk di jalan Sari' Sidqi dekat pintu eskalator Mina menuju Jamarat lantai 4.
Tiba-tiba saja, dua pengemis anak-anak lainnya langsung mendekat dan menghadang kami. Mereka juga meminta 'bagian'. Karena kami belum memberi, mereka terus mengarahkan telapak tangannya kepada kami. Setelah kami memberikan yang, mereka langsung pergi. Kami pergi menghindari kerumunan jamaah yang terus mamadati kawasan itu.
Berbeda lagi dengan yang dilakukan seorang perempuan pengemis asal Mesir. Mereka tidak duduk mengemis di pinggir jalan atau di lokasi yang ramai dengan jamaah, tapi lebih sering mendatangi hotel atau penginapan jamaah. Bahkan ada yang berani memanggil seseorang. Ketika mendekat si pengemis langsung menengadahkan salah satu tangannya untuk meminta belas kasihan.
Pengalaman kami, ketika tengah duduk di depan pemondokan menunggu mobil jemputan. Tiba-tiba dari arah seberang jalan seorang wanita mengenakan pakaian hitam memanggil kami sambil melambaikan salah satu tangan kanannya.
Begitu melihat, kami langsung berdiri dan menghampirinya. Kami menganggap wanita tersebut sedang meminta bantuan.
Setelah kami mendekat. Entah kalimat apa yang saja yang diucapkan oleh pengemis wanita tua itu. Yang terdengar hanyalah ucapan 'fisabilillah dan one riyal' saja.
Kami baru tahu kalau itu adalah pengemis. Kami berdua memberikan uang masing-masing 1 riyal. Si pengemis pun langsung pergi menuju ke arah kerumunan jamaah haji asal Turki yang ada di dekat kami.
"Kalau pengemis asal Mesir terutama yang wanita, caranya seperti itu berani memanggil kita. Itu cara mereka meminta-minta," kata salah seorang tenaga musiman (temus), Syamsul Arifin yang sudah lama menjadi mukimin di Arab Saudi.
Menurut dia, kalau kita mendatanginya, mereka akan langsung minta sedekah. Tapi kalau kita sudah tahu dari jauh cukup katakan saja 'La' atau tidak.
Pengalaman lain kami dapatkan di Jabal Nur untuk melihat Gua Hira. Di dekat tempat parkir dan kios-kios suvenir, kami beristirahat dengan membeli minuman dingin. Tiba-tiba saja, kami didekati oleh seseorang. Dia menanyakan kepada saya apakah betul dari Indonesia. Kami jawab betul. Dia memperkenalkan diri dari Pakistan. Sebagai ungkapan bila kami tahu sebagai seorang Pakistan, kami menggut-manggut saja setelah berjabat tangan.
Dia pun kemudian mengatakan lagi 'alhamdulillah' sambil menepuk-nepuk bahu kami dan mengatakan lagi haji Indonesia bagus dengan bahasa Indonesia yang dia kuasai meski terbatas.
Entah apa lagi yang dikatakannya karena bahasa yang diucapkan adalah bahasa Urdu Pakistan bercampur bahasa Arab. Namun intinya dia meminta belas kasihan kita memberikan sedekah untuk membeli makanan.
Setelah diberi uang sebesar 3 riyal, orang Pakistan itu langsung pergi menuju sebuah kios yang menjual makanan dan minuman.
Tidak jauh dari tempat saya berdiri juga ada banyak jamaah haji asal Pakistan dan India yang sedang duduk beristirahat. Ternyata dia tidak meminta sedekah dari jamaah asal Pakistan maupun India. Namun dia malah mendekati kerumunan jamaah haji asal Turki dan Rusia yang tengah berbelanja suvenir di seberang jalan. "One riyal, one riyal," katanya mengiba.
(bgs/try)