Dyastri, panggilan akrab Dyastrinungrum Subadianti, merupakan pengajar Bahasa Korea di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia berangkat haji dari Korsel.
"Alhamdulillah, saya beruntung bisa berangkat haji lebih cepat. Saya mengetahui ada tawaran berhaji sebelum Puasa. Saya baru mendaftar pada bulan Ramadan tahun ini dan langsung berangkat pada musim haji ini," ungkap Dyastri kepada wartawan di Mekkah, Rabu (31/10/2012).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Korsel belum ada jasa biro perjalanan yang mengurus haji dan umrah. Dengan kuota 250 orang saja banyak tidak terpakai," katanya.
Menurutnya, tawaran berhaji itu berasal dari Jepang. Seorang ketua dari komunitas Muslim Jepang bersedia membantu para jamaah calon haji dari Korea Selatan dan Jepang yang akan naik haji. Karena minim peminat calon jamaah haji dua negara itu kemudian digabung menjadi satu.
Di Islamic Center tempat Dyastri aktif berdakwah itu, akhirnya terkumpul sekitar 30 orang jamaah calon haji dari Korsel dan Jepang. Setelah mendaftar, mereka harus memenuhi sejumlah persyaratan di antaranya mempunyai allien card atau KTP untuk orang asing di Korsel.
"Harus juga ada visa selama setahun untuk bisa berangkat. Itu syarat agar bisa berangkat," katanya.
Selain itu, harus melampirkan pula surat izin dari perusahaan untuk mereka yang bekerja di Korsel. Jika mahasiswa atau pelajar harus memberikan surat izin dari kampus.
"Selain itu telah mendapatkan vaksin meningitis. Untuk perempuan yang berangkat sendiri, mereka akan diikutkan dalam kelompok muhrim di dalam grup tersebut," katanya.
Dyastri mengatakan biaya haji selama lebih kurang 21 hari sebesar 4,3 juta Won. Biaya sebesar itu bisa dicicil sebanyak 3 kali selama bulan puasa lalu. Namun bisa juga langsung dilunasi bila uang sudah mencukupi.
"Kami berangkat bersama 30 orang pada tanggal 16 Oktober menuju Turki dan melanjutkan dengan Turki Air menuju Jeddah. Alhamdulillah saat itu lancar," ungkap pengajar Bahasa Korea yang tengah menyelesaikan studi S-3 di Pukyong National University Busan Korsel.
Ketika tiba di Turki katanya, rombongan kemudian bergabung dengan jamaah lain dari Jepang, Brasil, Tunisia dan Mesir. Beberapa pembimbing jamaah diantaranya ada yang berasal dari Indonesia dan Mesir. Biaya sekitar Rp 41 juta itu setara dengan segala fasilitas dan kemudahan yang diperoleh selama beribadah di Mekkah dan Madinah.
"Fasilitas penginapan juga baik dengan kamar tidur memadai. Jarak pemondokan juga dekat sekitar 200 meter dari Masjidil Haram. Kami akan kembali pada tanggal 4 November nanti," kata dosen FIB UGM itu.
Selama di Mekkah, rombongan juga mendapat undangan kehormatan makan malam bersama dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Mereka mendapat apresiasi karena berdakwah di daerah yang sangat minim jumlah umat muslimnya.
(bgs/try)