"Saya ingin menciptakan masyarakat yang menghormati perbedaan. Sekarang perbedaan itu mengancam kepada kematian. Seperti konflik Ahmadiyah, Syiah menyebabkan kematian," ungkap Dede Oetomo kepada wartawan usai tes makalah di komisi III DPR, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (11/10/2012).
Dede yang saat tes makalah mendapat tema masalah konflik agama, mengaku juga merasa perlu membela golongan marginal seperti waria, gay bahkan biseksual di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Dede juga mengaku merasa perlu mengusung pendidikan HAM secara serius, dibarengi dengan penegakan anti-korupsi. "Masalah HAM yang sekarang paling mencuat adalah konflik SARA, hak buruh dan petani," ungkapnya.
Sementara soal jabatan komisioner yang diinginkan jika lolos dari fit and proper test calon anggota komnas HAM, ia mengatakan ingin menangani komisioner HAM bidang seksualitas.
"Menurut saya, masing-masing komisioner terbagi-bagi menjadi pakar tertentu. Misalnya agama, pertanahan, dan seksualitas. Kalau saya ya bagian konflik HAM berhubungan dengan seksualitas," kata Dede.
Tidakkah Dede takut mendapat pertentangan dari kalangan agama?
"Kalau kelompok agama silakan berpendapat seperti itu, asal jangan sampai melakukan kontak fisik pelanggaran HAM. Saya didorong oleh anak-anak muda yang menuakan saya di komunitas," jawabnya diplomatis.
Dede Oetomo, dikenal sebagai aktivis dan tokoh gay Indonesia. Bagi kalangan gay nama tersebut mungkin tak asing. Pendiri organisasi Gaya Nusantara yang berjuang untuk kalangan homoseksual telah merintis organisasi homoseksual itu sejak tahun 80-an.
Pria kelahiran Desember 1953 ini memulai kariernya sebagai dosen di Universitas Airlangga, Surabaya. Sepulangnya dari kuliah di Amerika Serikat untuk pendidikan doktor linguistik, dia memulai kampanye kepada publik tentang identitas diri dan orientasi seksual secara terbuka.
Dede selalu menganggap bahwa Gay, Lesbian dan Waria mempunyai kesetaraan yang sama, kendati hal tersebut masih dianggap tabu di mayoritas masyarakat Indonesia. Usahanya memperjuangkan kaum 'terpinggirkan' tidak sia-sia. Pada tahun 1998 dia menerima penghargaan dari International Gay and Lesbian Human Rights Commision, yaitu Felipa de Souza Award.
(iqb/mpr)