Namun pelantikan tokoh yang sangat dihormati oleh masyarakat Yogyakarta itu bukan tanpa hambatan. Pelantikan Sultan dan Paku Alam IX sebagai pemimpin Yogyakarta menjadi puncak bagi pelaksanaan UU 13/2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta. Meskipun proses penyusunan undang-undang ini berlangsung sejak 2008 dan sempat menjadi kontroversi pada akhir 2010 lalu. Namun rangkaiannya telah dimulai sejak 2002.
Berikut kronologi proses politik mulai munculnya ide pembuataan draft RUU Keistimewaan Yogyakarta, pengesahannya menjadi UU hingga pelantikan Sultan dan Paku Alam menjadi gubernur dan wakil gubernur Yogyakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sri Sultan Hamengku Buwono X selaku Gubernur DIY membentuk tim penyusun draft RUU Keistimewaan Yogyakarta. Tim dianggotai antara lain oleh Prof Ryaas Rasyid, Prof Affan Gaffar, Prof Riswanda Imawan, Prof Koesnaedi Hardjosoemantri dan Prof Sofian Effendi.
5 Juli 2003
Draft final RUU yang diajukan oleh Gubernur DIY itu disepakati DPRD DIY. Dokumen itu kemudian dikirimkan DPRD DIY ke DPR agar dibahas dan disahkan sebagai UU.
22 Juni 2005
Nasib draft RUU Keistimewaan Yogyakarta dipertanyakan DPRD DIY. Sudah dua tahun berlalu, tapi tidak kunjung masuk dalam bagian program legislasi nasional DPR.
30 Juni 2005
Setelah ditelusuri, baru terungkap adanya salah prosedur yang jadi penyebab 'terabaikannya' draft RUU Keistimewaan Yogyakarta. Dokumen draf RUU yang harusnya dikirimkan kepada Kementerian Dalam Negeri terlebih dahulu, oleh DPRD DIY serahkan langsung kepada pimpinan DPR.
24 Juli 2005
Dokumen draft RUU Keistimewaan Yogyakarta yang baru ditemukan itu ternyata strukturnya salahi UU No 10/2004 tentang Pembentukan UU. Ini yang kemudian membuat DPR belum memutuskan untuk membahasnya dalam waktu dekat.
18 Nopember 2005
Draft RUU diminta diperbaiki lagi strukturnya sesuai UU 10/2004. Selanjutnya DPR merencanakan akan mulai dibahas dalam program legislasi nasional 2007.
18 April 2007
Sultan HB X dalam peringatan ulang tahun ke-61 dan acara pisowanan agung, umumkan tidak bersedia melanjutkan jabatannya sebagai Gubernur DIY yang akan berakhir 2008. Tekadnya ini berkaitan keinginan maju sebagai kontestan kompetisi politik Pilpres 2009.
15 Juni 2007
Tim dari Ilmu Pemerintahan UGM serahkan draft RUU Keistimewaan Yogyakarta. Di situlah ada usulan pembentukan lembaga 'Parardhya' yang terdiri Sultan HB dan Adipati Paku Alam sebagai satu kesatuan politik.
10 Oktober 2007
Dokumen RUU Keistimewaan Yogyakarta inisiatif DPD masuk ke prolegnas 2008 DPR.
24 Februari 2008
Aksi warga DIY menolak pilgub mulai muncul. Mereka menuntut pemerintah menetapkan langsung Sultan HB X dan Paku Alam IX sebagai Gubernur dan Wagub DIY periode 2008-2012.
5 Maret 2008
Sultan HB X menegaskan semua di dalam drat RUU usulan DPD dan UGM bisa berubah. Wewenangnya bukan pada pemerintah, melainkan legislatif.
5 Nopember 2009
Seluruh fraksi dalam DPRD DIY mendukung penetapan Sultan HB dan Paku Alam sebagai pasangan Gubernur dan Wagub DIY. Maka tidak perlu diadakan Pilgub DIY.
26 Nopember 2010
Presiden SBY mengatakan tidak bisa di Indonesia ada monarki di dalam pemerintahan. Sebab tidak sesuai dengan konstitusi dan prakek demokrasi yang berlaku, namun ditegaskan keistimewaan Yogyakarta tetap harus dihormati.
βTidak mungkin ada sistem monarki yang bertabrakan baik dengan konstitusi maupun nilai demokrasi,β kata Presiden SBY dalam rapat mendengar laporan mendagri tentang penyiapan empat RUU.
27 Nopember 2010
Sultan HB X mengaku tidak paham maksud sistem monarki yang disinggung SBY. Dia menjabat Gubernur DIY sebab aturan mengharuskan demikian dan itu tidak termasuk monarki.
βSaya tidak tahu maksud sistem monarki yang disampaikan pusat. Pemda DIY ini sama sistemnya dan manajemen organisasinya dengan provinsi-provinsi yang lain, sesuai dengan Undang-Undang Dasar, UU, dan aturan pelaksanaannya,β kata Sultan.
30 Nopember 2010
Unjuk rasa menolak Pilgub DIY dan menuntut penetapan Sultan sebagai Gubernur DIY semakin membesar. Warga DIY menuding pemerintah ingin menghapuskan status istimewa Yogyakarta.
2 Desember 2011
Presiden SBY menegaskan sangat menghormati dan memahami sisi kesejarahan Yogyakarta bagi NKRI dalam penyusunan RUU DIY. Dia juga mengingatkan perjalanan dinamika politik pemerintahan propinsi DIY era tahun 2003-2008.
"Catatan saya pada 2007, muncul sejumlah perdebatan bagaimana kelanjutan DIY setelah Sri Sultan. Pada 2007, beliau (Sultan) seingat saya pada hari ulang tahun ke-61 menyampaikan orasi budaya di depan publik, menyatakan tidak bersedia lagi menjadi Gubernur DIY," papar Presiden.
"Meskipun secara eksplisit telah disampaikan kepada publik beliau mengatakan tidak ingin menjadi Gubernur lagi, selaku Presiden RI dengan mempertimbangan situasi politik dan psikologi masyarakat DIY, saya mengambil inisiatif memperpanjang masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY selama tiga tahun (2008-2011)," sambung SBY.
20 Januari 2011
Proses pembahasan draft RUU Keistimewaan Yogyakarta mulai DPR gelar.
30 Agustus 2012
Secara aklamasi rapat paripurna DPR menyetujui pengesahan UU Keitimewaan Yogyakarta. Sultan dan Paku Alam dinyatakan secara otomatis akan menjabat sebagai Gubernur dan Wagub DIY yang dilantik secara langsung oleh Presiden RI.
Di dalam UU 13/2012 tersebut juga dinyatakan larangan kepada Sultan dan Paku Alam aktif dalam partai politik. Mereka juga dilarang mempunyai andil kepemilikan di dalam badan usaha apa saja.
10 Oktober 2012
Sultan HB X dan Paku Alam IX jadi Gubernur dan Wagub DIY periode 2012-2017. Sesuai amanah UU 13/2012 mereka dilantik secara langsung oleh Presiden SBY dan bukan DPRD sebagaimana kepala daerah lainnya.
(lh/rmd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini