"Ini dilakukan untuk mengetahui tingkat trauma. Dengan begitu bisa diketahui langkah apa yang harus diambil orang tua, atau pihak sekolah," ujar Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait di Kantor Komnas PA, Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (10/10/2012).
Siswi tersebut datang bersama orangtuanya sekitar pukul 12.00 WIB siang tadi. Selama 3 jam siswi tersebut mengikuti terapi psikologis yang dilakukan psikolog dari Komnas PA.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dunia maya memang sulit ditolak, tapi seharusnya dapat dimanfaatkan dengan positif dan secara sehat. Anak-anak remaja sekarang sudah gandrung dengan dunia maya, untuk itu harus dibekali, dengan tambahan di luar pelajaran. Kasusnya ini bisa digunakan untuk sekolah-sekolah di Depok, kalau perlu diambil alih kementerian," kata Arist.
Menurut Arist, para orangtua harus membekali anak-anaknya dalam memanfaatkan dunia maya. Para orangtua seharusnya memberikan pemahaman kepada anak-anak mereka untuk tidak memberikan identitas secara utuh kepada teman yang baru dikenal dari dunia maya.
"Selain itu, jangan mudah percaya dengan orang-orang yang baru dikenal. Peran orangtua itu penting. Kebanyakan setelah memberikan teknologi orangtua jadi cuek dan menganggap sudah berikan kebutuhan anak. Justru teknologi bisa menjerumuskan anak-anak," katanya.
Aris menceritakan setelah melakukan mediasi dengan pihak sekolah pada Selasa (9/10) kemarin, pihaknya sudah memberikan surat pernyataan yang menjamin psikologis dan kelangsungan sang siswi dalam menimba ilmu.
"Tapi yang sangat disesalkan ketika pihak sekolah yang mengumumkan peristiwa siswi tersebut, saat kegiatan upacara bendera di hadapan seluruh murid dan dugaan pengusiran yang dilakukan pihak sekolah kepada siswi tersebut telah menambah beban korban," ujarnya.
Lebih lanjut Aris mengutarakan untuk menebus kekeliruannya itu, pihak sekolah harus membersihkan nama siswi berusia 14 tahun itu dengan pengumuman di kegiatan serupa.
"Beri apresiasi karena sekolah menyadari untuk berikan jaminan itu. Karena sekolah memang wajib melindungi, bukan malah diusir. Selanjutnya, pihak sekolah harus memberikan pengumuman di kegiatan yang sama, yakni di upacara. Kedua, siswi tersebut dimanfaatkan sebagai untuk mensosialisasikan supaya kawan-kawannya yang lain tidak jadi korban seperti dia. Ketika sang siswi dipercaya pihak sekolah, dia akan tambah semangat. Dia tidak lagi terbebani dipersalahkan temannya," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya pihak sekolah batal mengeluarkan siswinya yang menjadi korban aklibat perkenalan di Facebook tersebut dari sekolah. Namun siswi SMP Depok Jabar tersebut belum masuk sekolah karena masih trauma.
Sang ibu, Rauden Gultom mengatakan dirinya sudah merayu anaknya untuk sekolah, tetapi buah hatinya masih mengalami trauma.
"Saya sudah bujuk anak saya ke sekolah. Tapi dia masih sedih dan trauma," ujar Rauden di kediaman miliknya di Sukmajaya, Rabu (10/10/2012).
Sementara itu kepala sekolah SMP Budi Utomo, Renata Parhusip mengatkan pihaknya mengharapkan siswinya dapat bersekolah kembali.
"Kami selaku guru meminta dia untuk kembali bersekolah, dia masih jadi anak didik kami. Salah komunikasi selama ini kita sudahi," ujarnya.
(edo/rmd)