"Saya memang tidak setuju dengan hukuman mati, kecuali terhadap kasus-kasus membahayakan seperti terorisme atau kelainan membunuh. Tapi MA harusnya memberi hukuman berat (atas kasus narkoba), setidaknya hukuman sumur hidup atau 20 tahun penjara," ujar anggota komisi III DPR Dimyati Natakusumah, saat dihubungi wartawan, Jumat (5/10/2012).
Menurut mantan Bupati Pandeglang ini, hukuman mati memang bertentangan dengan pasal 28 ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa hidup dan keselamatan jiwa dan raga manusia adalah hak asasi. Hak asasi ini ditanggung oleh negara terutama pemerintah, maka tidak boleh serta merta memberi hukuman mati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sementara kejahatan narkoba masih bisa terukur dan bisa disembuhkan. Tetapi memang harus diberikan hukuman jera terhadap pelaku (pemilik pabrik ekstasi)," tegas doktor dalam bidang hukum peradilan pidana itu.
Seperti diketahui, majelis hakim Peninjauan Kembali (PK) yang diketuai Imron Anwari membebaskan hukuman mati atas putusan kasasi MA. Pada perkara pertama, terpidana Hillary K Chimezie, Imron memutus pemilik 5,8 kilogram heroin itu bebas dari hukuman mati dan mengubah hukumannya menjadi penjara 12 tahun. Putusan terhadap warga negara Nigeria ini dibuat pada 6 Oktober 2010.
Adapun kasus kedua, majelis PK yang diketuai Imron Anwari juga membebaskan pemilik pabrik ekstasi Hengky Gunawan dari hukuman mati menjadi hukuman 15 tahun penjara pada 16 Agustus 2011 lalu. Apa alasan Imron dalam kedua putusan tersebut?
"Hukuman mati bertentangan dengan pasal 28 ayat 1 UUD 1945 dan melanggar pasal 4 UU No 39/1999 tentang HAM," tulis salinan PK.
(bal/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini