Menara 'Miring' Syahbandar, Titik Nol Kilometer Jakarta 'Tempo Doeloe'

Menara 'Miring' Syahbandar, Titik Nol Kilometer Jakarta 'Tempo Doeloe'

- detikNews
Senin, 01 Okt 2012 11:37 WIB
Jakarta - Menara tertinggi pertama di Jakarta bukan Monumen Nasional maupun geung-gedung tinggi di pusat Ibukota. Menara itu adalah menara Syahbandar yang pernah dikenal sebagai titik nol kilometer Jakarta tempo dulu.

Pantauan detikcom di Komplek Museum Maritim Bahari di Jalan Pasar Ikan I, Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (1/9/2012), menara ini ditutup untuk keperluan konservasi. Selain karena kondisi tangga dan tembok bangunan yang kurang terawat, menara yang dibangun pada jaman VOC tahun 1839 tersebut tampak miring lima derajat ke arah selatan.

"Saya tidak tahu pasti kapan menara ini mulai miring. Menara ini kan dibangun di atas tanah dari aliran sungai, jadi tidak kuat," kata Kepala Seksi Edukasi dan Pameran UP Museum Bahari, Irfal Guci, di lokasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari informasi yang dihimpun detikcom, kemiringan menara diduga kuat karena pembangunan kali Pakin disebelah menara persis. Selain itu, konstruksi menara dibuat tidak dipersiapkan untuk getaran laju kendaraan besar seperti truk kontainer yang biasa melintas di jalan Pakin depan menara.

Walau begitu, kemiringan menara tersebut menjadi daya tarik tersendiri untuk para pengunjung. Seperti pengunjung yang mengaku bernama Linda, tidak berhenti mengabadikan kemiringan menara tersebut dengan kameranya.

"Miringnya menara ini unik, tidak kalah dengan menara Pisa di Itali. Tapi kalau naik ke atas ya agak takut pas truk kontainer baru melintas," ujar Linda.

Menara yang sebelumnya digunakan untuk memantau lalu lintas kapal laut di Pelabuhan Sunda Kelapa juga mengalami pelapukan pada anak tangganya. Selain itu, jumlah pengunjung yang dapat naik ke atas menara pun dibatasi karena menara akan bergetar jika ada truk kontainer melintas.

"Jumlah pengunjung dibatasi karena tangga di dalam menara juga sudah lapuk," ujar Irfal membenarkan.

Namun, kondisi menara yang menjadi saksi kejayaan maritim Nusantara tersebut dalam proses konservasi sekarang ini. Pembiayaan konservasi ini menelan biaya Rp 4,5 miliar dengan waktu 90 hari.

"Konservasi ini memakan waktu 90 hari dengan biaya sekitar Rp 4,5 miliar. Tapi kemiringannya tidak bisa diperbaiki," ujar Irfal.

(vid/mad)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads