Pendaftaran uji materiil UU Pilpres ini akan dilakukan besok Senin 1 Oktober 2012 pukul 11.00 WIB di Gedung Mahkamah Konstitusi di Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta.
Seperti siaran pers resmi yang diterima detikcom, Minggu (30/9/2012), para pemohon dalam uji materiil ini adalah Habiburokhman, Adhe Dwi Kurnia, M. Said Bakhri, Munathsir Mustaman.
"Kami adalah WNI yang kebetulan anggota Partai Gerindra dan pendukung Prabowo Subianto untuk menjadi Presiden periode 2014-2019," kata Habiburokhman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut kami ketentuan pasal 9 ini jelas bertentangan dengan pasal 6 (a) ayat 1 UUD 1945 yang hanya menyebutkan capres - cawapres diusulkan oleh parpol peserta Pemilihan Umum, tanpa pembatasan berapa persen kursi partai tersebut di parlemen atau berapa persen suara sah partai tersebut secara nasional," paparnya.
Ketentuan Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 dianggap sebagai pintu masuk lahirnya kartel politik, yaitu kelompok partai politik tertentu yang menguasai politik kekuasan secara bersama atau bergiliran. Sehingga tidak memberi kesempatan kepada pihak-pihak lain untuk dapat bertarung memperebutkan kursi kepemimpinan nasional.
"Harus diakui jika kartel politik merupakan bentuk kolusi antar elite politik yang akan meminimkan kekuatan oposisi, serta melindungi para elite tersebut dari mekanisme akuntabilitas. Meskipun secara hukum kartel politik sulit dibuktikan, namun secara politik kartel politk memiliki daya rusak yang amat besar," kata Habiburokhman.
Dengan Presidential Treshold (PT) yang 20 persen, menurutnya, politik Indonesia hanya akan dikuasai oleh pemimpin yang itu-itu saja, dari partai yang itu-itu saja dan bahkan dari keluarga yang itu-itu saja. Padahal sebagai negara besar dan majemuk, maka rakyat harus diberi kesempatan untuk memiliki banyak pilihan dalam menentukan pemimpin.
"PT 20 persen adalah bentuk pengkhiatan terhadap semangat reformasi 1998, di mana pada saat itu gerakan mahasiswa dan rakyat menuntut perubahan politik dalam bentuk diimplementasikannya demokrasi multi partai kerakyatan sebagai koreksi terhadap pemerintahan orde baru yang anti demokrasi," kritiknya.
Dia juga menyebut parpol besar seperti Golkar, PD, dan PDIP yang mengisyaratkan menolak merevisi UU Pilpres adalah parpol yang menghalangi lahirnya pemimpin alternatif. Memang sempat beredar isu gencar bahwa penolakan revisi UU Pilpres untuk menjegal salah satu capres, termasuk Prabowo Subianto.
"Kami harus katakan bahwa mereka yang menolak mendukung diubahnya PT 20 % adalah orang-orang atau partai politik yang berpola pikir sama dengan pemerintahan Orde Baru. Kita tentu ingat bagaimana Orde Baru bisa melanggengkan kekuasaannya hingga lebih 30 tahun dengan cara membuat peraturan perundang-undangan politik yang menghambat hadirnya pemimpin alternatif," tegasya.
Gerindra berharap Mahkamah Konstitusi dapat menafsirkan Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 menjadi : Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 3,5 % dari suara sah secara nasional. Dalam pengajuan uji materiil ini Gerindra akan meminta beberapa ahli Hukum Tata Negara seperti Saldi Isra, Endra Wijaya, Margarito Khamis untuk dapat memberikan keterangan di muka persidangan. Sementara bukti-bukti yang akan diserahkan adalah naskah UU Nomor 42 Tahun 2008 itu sendiri ditambah copy dari jurnal - jurnal politik internasional.
(van/nrl)











































