Jakarta - Panca Satrya Hasan Kusumo tak pernah membayangkan mengalami musibah yang cukup berat. Istrinya, Ny Agian Isna Nauli Siregar (33 tahun) menderita kerusakan saraf permanen di otak besar kanan dan kiri, otak kecil kanan dan kiri, batang saraf dan pusat saraf di otak, setelah menjalani perawatan pasca melahirkan. Hasan menduga kerusakan permanen yang dialami istrinya karena kesalahan dokter atau sering disebut malpraktik.Kini, Ny Agian tergolek lemah di ruang Supardjo Rustam Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Hari ini, Jumat (3/9/2004) merupakan hari ke 47 dirawat. Badannya pucat, semakin kurus dan tak bisa bebas bergerak. Ia juga tak bisa diajak berbicara, setelah pusat saraf otak rusak permanen.Hasan mengaku bicara terakhir dengan Ny Agian, satu hari setelah melahirkan. Waktu itu, Ny Agian baru saja sadar dari siuman setelah menjalani operasi caesar. Istrinya menanyakan kabar anaknya, yang baru saja dilahirkan.Setelah itu, berbagai peristiwa yang menyedihkan silih berganti. Istrinya sempat kehilangan denyut nadi, dan tidak bernafas. Selama dua menit tekanan darahnya sempat drop sampai 60/40. Dokter hanya bisa meminta pihak keluarga untuk berdoa. Sampai akhirnya setelah dirangsang darah dan denyut nadinya, Agian kejang dan kaku. Setelah itu, tekanan darah kembali naik sampai 250/210.Berbagai upaya penyembuhan dilakukan Hasan untuk mengembalikan istrinya seperti sedia kala. Namun apa daya, ia hanya orang yang awam soal kedokteran. Belum lagi masalah dana yang sangat terbatas. Ia hanya seorang pedagang, yang penghasilannya tak menentu. Sementara biaya di rumah sakit dari hari ke hari bertambah terus, dari belasan juta sampai puluhan bahkan bisa ratusan juta rupiah.Setelah 47 hari tergolek di rumah sakit, Hasan mulai kebingungan membiayai ongkos pengobatan di rumah sakit. Tercatat sejak melahirkan di RS Bersalin Juliana Bogor, Rumah Sakit Islam Bogor, Rumah Sakit PMI Bogor sampai akhirnya sekarang masuk RSCM. "Sungguh berat musibah ini. Sampai hari ke-47, belum ada tanda-tanda membaik. Pihak rumah sakit juga terus menagih uang, untuk dijadikan deposit. Kami tak tahu harus mencari kemana," keluh Hasan lirih.Untuk membiayai pengobatan dan perawatan di berbagai rumah sakit, puluhan juta sudah dikeluarkan. Biaya selama di rumah sakit di Bogor saja mencapai Rp 60 juta, sekarang ini masih mempunyai utang Rp 17.899.000,- ke RS PMI Bogor. "Seluruh barang sudah saya jual, dari televisi, komputer dan lain-lain. Apapun yang saya miliki saya jual untuk memenuhi kebutuhan ini," kata Hasan.Bahkan saking beranya menanggung beban, dan mengetahui kondisi kesehatan istrinya tak bisa pulih lagi, daripada istrinya menderita, ia meminta kepada dokter untuk disuntik mati. "Serius saya minta dokter agar istri saya disuntik mati saja. Saya kasihan sama dia, dan saya sudah tak bisa menanggung beban berat ini," katanya. Berikut penuturan Hasan saat dijumpai
detikcom usai melakukan aksi demonstrasi di kantor Depkes, Jl. HR Rasuna Said, Kuningan Jakarta, Rabu (1/9/2004) lalu.
Bagaimana kondisi terakhir Ny Agian?Sekarang masih di RSCM. Kondisi kesehatan belum ada tanda-tanda menggembirakan. Resume hasil MRI (Magnetic Resonance Imagine-red) dari Rumah Sakit Pusat Pertamina menyatakan telah terjadi kerusakan saraf permanen di otak besar kiri dan kanan, otak kecil kiri dan kanan, batang saraf dan pusat saraf di otak.
Bagaimana awal kejadiannya?Awalnya tak ada tanda-tanda yang mencurigakan dari kehamilan istri saya ini. Setiap bulan istri saya memeriksakan kehamilan ke dokter Gunawan Muhamad, ahli kandungan. Selama sekian bulan rutin diperiksa dokter Gunawan, ia diberikan beberapa macam obat untuk kesehatan ibu dan anak. Tidak pernah ada gejala atau tanda-tanda keracunan. Setelah kehamilan memasuki bulan ke-34, ia kembali diperiksa. Hasil USG muncul kecurigaan dan keraguan dalam diagnosa terhadap kondisi janin dengan alasan monitor terlalu kecil. Oleh dokter, istri saya disarankan melakukan pemeriksaan di Jakarta yang lebih lengkap. Terus kami bawa ke RS Harapan Kita, hasilnya tidak ada kelainan pada janin, kecuali tampak acitest pada ibu dan letak bayi sungsang. Rekomendasinya agar segera dilakukan operasi caesar. Kemudian tanggal 20 Juli dilakukan operasi caesar di RSI Bogor. Operasi berjalan selamat, karena kondisi kesehatan bayi kurang, maka oleh pihak RSI bayi dirujuk di RS PMI Bogor untuk perawatan inkubator. Sedangkan istri saya normal, tak ada masalah bahkan komunikasi berjalan dengan baik dan malam itu dibawa ke Rumah Bersalin Yuliana untuk rawat inap.Keesokan harinya, saya diberitahu oleh pihak Rumah Bersalin Yuliana, bahwa istri saya tekanan darah naik, dan langsung dibawa ke RSI Bogor tanpa persetujuan saya. Saya diminta langsung ke RSI. Sampai di sana istri saya sudah ditangani tim dokter, beberapa saat kemudian pihak RS memberikan satu resep untuk ditebus, untuk menurunkan tekanan darah. Dan hasilnya setelah resep saya tebus, beberapa saat dari situ saya tanya perkembangan lagi. Darahnya ternyata terlalu drop, 120/80. Wah terlalu rendah, pihak rumah sakit meminta saya menebus resep lagi. Saya tebus resep di rumah sakit itu. Saya tunggu beberapa saat. Pas ditensi, saya masuk, ternyata jadi 190/140. Dokter bilang
pak ini ketinggian, bapak harus beli lagi namanya dupamin cair. Dua ampul plus pengantar untuk membeli darah dua kantong. Malam itu juga jam 12 saya berikan, tanggal 21 Juli itu, saya berikan 2 ampul
dupamin dan dua ampul kantong darah. Saya menunggu lagi di luar, karena tak boleh di dalam. Sekitar setengah satu saya dipanggil masuk ruangan dengan buru-buru,
Pak-pak cepet-cepet. Pas saya masuk kedapatan istri saya nampak seperti sudah mati. Saya
shock, mereka panik. Saya lihat mereka panik, dengan napas bantuan. Saya lihat kantong darah sudah kosong satu dan infus dupamin itu. Setelah itu, saya lihat kira-kira 10 menit tanpa nadi dan napas. Tensi nol. Setelah kantong darah kedua dan dupamin diperas, kira-kira sepuluh menit muncul nadi dan napas. Pas ditensi, tensinya 60/40. Dari situlah dilanjutkan sampai kantong darah dan dupamin habis. Sampai kira-kira tinggal seperempat, ditensi, tensinya tidak terkendali. 60, 90, 150., 180 terus sampai 250/210. Ya setelah selesai, di situlah akhir dari tindakan itu. Kemudian istri saya diamkan dari jam 2 siang, katanya mau dirujuk ke ICU. Baru pada jam 8 malam, baru dapat ruang ICU di rumah sakit PMI Bogor.Setelah masuk PMI, kemudian di ICU 8 hari dan dirawat inap sampai 38 hari. Baru dapat kepastian tanggal 11 Agustus kalau perlu tindakan lanjutan. Kemudian saya membawa istri saya ke RS Pertamina untuk MRI, karena beberapa hari itu kondisinya spatik. Ternyata PMI membiarkan saja. Hanya melakukan pijat-pijat saja. Setelah saya bawa ke RS Pertamina, baru pasti adakerusakan otak, kanan kiri, otak kecil kanan dan kiri, serta kerusakan pusat saraf otak yang permanen.
Kenapa sampai separah itu?Penjelasan dokter Budi Susetyo sewaktu di RS PMI menyatakan terjadi pencairan/ada cairan diotak yang mengganggu sistem saraf, paru-paru terendam air, fungsi hati lemah, terjadi kerusakan ginjal, terjadi pembengkakan pankreas dan dinyatakan mengalami preklamsi (karacunan kehamilan). Keterangan ini aneh karena sejak semula tak ada keracunan kehamilan ini. Hasil CT SCAN menyebutkan terdapat cairan di dalam otak yang cukup banyak serta menerangkan terdapat kerusakan di pusat saraf yang mengakibatkan penurunan fungsi dan cara kerja seluruh organ tubuh.
Bagaimana dengan bayi, anak anda?Sekarang ini hari ke-44, menjalani perawatan di inkubator 18 hari, sampai sekarang sehat. Dan keluarga serta warga di perumahan Griya Bogor Raya sekarang ini membantu merawatnya. Saya sendiri terus mendampingi istri saya.
Berapa biaya yang sudah anda keluarkan?Untuk biaya selama di Bogor saja sudah menghabiskan dana Rp 60 juta. Terus masih mempunyai utang di RS PMI Bogor Rp 17.898.000. Belum lagi biaya hidup sehari-hari, sekarang RSCM minta Rp 7 juta. Biaya untuk RMI saja Rp 10 juta. Belum lagi adanya permintaan agar kami membayar deposit di RSCM. Terus terang saja, saya kesulitan membayar berbagai biaya tersebut. Saya sebagai pedagang sudah tidak bekerja semenjak istri saya sakit 47 hari lalu. Saya jual semua barang yang kami miliki, TV, radio, komputer. Sedangkan istri saya sudah keluar dari pekerjaan semenjak hamil.
Rencana anda apalagi?Saya hanya memohon agar istri saya diberi hak hidup. Saya kira negara harus ikut bertanggungjawab terhadap kelangsungan hidupnya. Saya minta perhatian, baik dari institusi rumah sakit maupun negara. Beban kami cukup berat. Saya sampai pernah meminta dokter agar menghentikan penderitaan istri saya. Saya meminta kepada dokter agar istri saya diberikan suntik mati. Tapi dokter tidak mau. Saya tak tahu lagi harus berbuat apa lagi.
(tbs/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini