Geliat Politisi Menjelang Finish (2)
Kuras Gudang si Purna Bakti
Jumat, 03 Sep 2004 10:38 WIB
Jakarta - Komplek perumahan anggota DPR-RI di Kawasan Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (31/8/2004) sore. Suasana tampak semakin sepi. Rumah-rumah yang sebagian besar bercat putih, banyak yang tertutup rapat. Penghuninya seakan lenyap. Hanya terlihat satu, dua orang pedagang dan para penjaga keamanan yang berjalan hilir mudik. Rumah-rumah berjejer tanpa tembok pemisah di komplek DPR itu mulai tampak tak terawat. Di sana-sini, rumput liar mulai tumbuh. Dari 500 rumah yang ada, sebagian besar di antaranya tampak kosong melompong. Ketika detikcom menyusuri gang perumahan satu-persatu, banyak rumah yang tak terurus karena ditinggal penghuninya. Bahkan ada beberapa rumah, jika dilihat dari luar benar-benar tampak melompong, tirai jendelanya sudah tak ada lagi, apalagi perabotannya. Sudah kosong. Pemandangan ini terlibat mencolok di Blok B, C sampai F. Rumah-rumah yang tampak kosong diantaranya milik anggota DPR dari Golkar, PDIP, PPP, PKB dan lainnya. Paling banyak rumah yang melompong berada di Blok B 1 dan 2. Di blok A yang banyak dihuni oleh anggota DPR dari FKB juga sepi. Demikian juga di Blok D yang banyak dihuni anggota FPDIP. Mereka sudah memindahkan perabotan sejak dua pekan lalu, dan sekarang yang tampak hanya rumah yang kosong melompong dan kotor tak terawat. Hanya di Blok A yang relatif masih ada rumah yang berpenghuni.Rahmat, salah seorang penjaga keamanan kompleks perumahan DPR menuturkan bahwa rumah-rumah tersebut sudah ditinggalkan penghuninya sejak beberapa hari lalu. Mereka yang "mudik" merupakan anggota DPR atau keluarganya, yang tak terpilih kembali dalam pemilu legislatif, Juli 2004 lalu. Mereka yang gagal ke Senayan kembali, satu-persatu meninggalkan rumah dinas tersebut.Ironisnya, sewaktu meninggalkan rumah dinas, para mantan wakil rakyat itu tak mau lenggang kangkung secara percuma. Berbagai fasilitas yang dipinjamkan dari badan urusan rumah tangga DPR ikut mereka bawa serta. Padahal itu jelas bukan miliknya, namun milik inventaris Sekretariat Jenderal DPR. Barang-barang seperti AC, televisi berwarna 21 inchi, mesin cuci, kursi tamu, sofa, kulkas, satu set meja makan, kompor, sofa bed (tempat tidur) sampai gorden "ikut" terbawa sewaktu para pemilik ini pindahan. Mungkin hanya rumah saja yang tidak mereka angkut bawa pulang.Beberapa penghuni di komplek tersebut membenarkan adanya eksodus besar besaran setelah para anggota DPR ini tak terpilih kembali dengan membawa apa yang ada di rumah tersebut. "Meski belum resmi berakhir, saya sudah membawa barang-barang saya Pasuruan," kata Rodjil Ghufron anggota FKB DPR saat dihubungi detikcom di rumahnya Pasuruan, Jawa Timur. Rodjil yang sudah lama tak muncul di Senayan ini ternyata sudah pulang duluan, kembali ke daerahnya dan membangun pesantren.Banyaknya penghuni yang sudah pulang kampung juga dibenarkan Rahmat, salah seorang satpam kompleks tersebut. Hal ini membuat jumlah penjaga diperketat, dengan menambah jumlah penjaga. Di gerbang pintu masuk terdapat pos penjagaan, dan terpampang tulisan "Hanya yang menggunakan kartu pengenal yang boleh masuk." Namun pada kenyataan, orang bebas bersliweran. Hanya pengendara mobil yang tak dikenal ditanya tujuannya kemana. Toh, meski sudah banyak rumah yang kosong, sebagian lagi masih isi. Mereka yang tetap tinggal ini rata-rata anggota DPR yang terpilih kembali dan sebagian mereka yang tidak terpilih, namun belum pindah rumah. Seperti saat detikcom menemui Haryanto yang menempati rumah salah seorang anggota FPG. Menurut Haryanto, mereka masih bisa menempati rumah tersebut sampai akhir Desember. "Karena dulu sewaktu masuk juga awal tahun baru. Maka saya perkirakan juga masuk anggota baru masuk awal bulan Januari nanti. Rumah pasti akan dikosongkan dulu, direnovasi baru diisi perabotan dan ada penghuni baru," katanya.Meski masih ada waktu mendiami rumah sampai bulan Desember, Haryanto mengaku berencana pindah pekan depan. Dan seperti yang dilakukan oleh penghuni yang lain, ia akan membawa seluruh perabotan yang ada di rumah tersebut. "Habis tetangga-tetangga yang pindah juga membawa perabotan inventaris. Saya juga akan bawa, sayang kalau ditinggal.Ya buat kenang-kenangan kalau pernah tinggal di perumahan DPR," kata Haryanto yang sudah menyiapkan rumah di Tebet, Jakarta Selatan untuk menampung barang-barang inventaris tersebut.Tak takut ditangkap? Haryanto dengan enteng menjawab "Ya buktinya sebelum ini tetangga-tetangga juga begitu. Mereka bisa angkut semua barang di kompleks perumahan ini. Sampai keluar Saptam juga tidak masalah. Jadi sayang kalau dibuang, barangnya masih bagus-bagus. Kan nanti akan disi barang-barang baru setelah direnovasi," katanya.Angkut-angkut barang ini, menurut penuturan Haryanto, sudah menjadi tradisi setiap pergantian anggota DPR. Sebenarnya, menurut Haryanto, memang ada surat edaran dari Sekjen DPR yang menyatakan bahwa seluruh barang-barang itu bisa dimiliki dengan mengganti uang Rp 3 juta untuk seluruh barang dan perabotan. Namun dalam praktiknya, sampai sekarang tidak ada penagihan maupun pendataan dari pihak sekretariat jenderal DPR, sampai mereka yang pindah tak ketahuan rimbanya. Bersih-bersih gudang ternyata tak hanya dialami anggota DPR-RI. Di DPRD juga banyak terjadi kasus bagi-bagi keuntungan menjelang berakhirnya masa jabatan sebagai anggota DPRD. Di Kalimantan Timur, anggota DPRD yang dibelikan mobil dinas Jeep Cherokee dilelang dengan harga sangat miring. Pemakainya bisa memiliki mobil dinas dengan cukup mengganti biaya Rp 10 juta. Demikian juga pimpinan DPRD DKI Jakarta juga mendapat kemudahan untuk memiliki mobil dinas yang dipakai hanya dengan harga antara Rp 39 - 49 juta untuk jenis Toyota Camry tahun 2002.Beberapa daerah lain mempunyai kasus serupa tapi tak sama. DPRD Jawa Barat membagi-bagikan dana kaveling senilai lebih dari Rp33,4 miliar. Dana ini dibagi untuk seluruh anggota DPRD lama sebanyak 100 orang.Sayangnya, sampai sekarang tidak ada pengusutan terhadap kasus ini. Bahkan19 anggota DPRD yang diduga terlibat kasus ini, dilantik kembali menjadi anggota DPRD periode 2004-2009.Di tempat lain, DPRD Lampung memberikan uang pesangon bagi anggota DPRD yang akan berakhir masa jabatannya. Demikian juga di Sulawesi Tenggara, anggota DPRD Kota Kendari berlomba-lomba menaikkan uang kesejahteraan untuk memperkaya diri. Isu menyengat belakangan ini, anggota DPR sengaja melakukan "bancakan" menjelang berakhirnya masa jabatan. Mereka "mengejar setoran" sebelum masa kerjanya habis pada tanggal 30 September. Berbagai cara dilakukan untuk menumpuk pundi-pundi. Kasus paling banyak adalah tindakan DPRD-DPRD di pelbagai daerah yang mengakali APBD untuk memperkaya diri.Sementara untuk di DPR RI, tak kalah seru para anggota legislatif menggenjot pendapat. Meski masa kerja tinggal 20 hari, berbagai pansus, panja, pembahasan RUU, rapat dengar pendapat dengan mitra kerja semakin gencar. Sempat ada kabar sekjen DPR akan keluarkan uang pesangon. Tapi ini segera dibantah oleh Alvien Lie, anggota Fraksi Reformasi. "Tak ada anggaran untuk uang pesangon atau dana pensiun. Jadi kalau uang itu berasal dari APBN ataupun sumber resmi mustahil ada," kata Alvien.Hanya yang memungkinkan adalah melakukan farewell party. Menjelang berakhirnya masa berakhirnya kerja DPR, masing-masing komisi mengadakan acara perpisahan dengan mitra kerjanya. Seperti Komisi I melakukan di Bali, Komisi V dikabarkan akan melakukan di Bogor dan seterusnya. "Memang setiap komisi membuat acara perpisahan. Hanya kalau komisi V akan dilakukan intern. Tak ada mitra kerja," kata anggota Komisi V DPR Alvien Lie.Wakil Koordinator Indonesia Corruption Wacth (ICW) Lucky Djani menilai pola korupsi yang dilakukan anggota DPR tak berubah. Bagi mereka yang berakhirkarier politiknya, mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya terlebih dahulu karena merasa sudah banyak keluar uang sebelum pemilu. Mereka sudah mengeluarkan modal besar, gadaikan rumah, barang-barang dan sebagainya. "Selalu saja mereka mencari pembenaran. Hal seperti ini harus mendapat pengusutan tuntas," tambah Lucky Djani.
(tbs/)