Kantor PJTKI yang berlokasi di sebuah rumah toko di Jl Permata Hijau BB-33 Semarang Utara tersebut mendadak ramai oleh beberapa orang dari berbagai lembaga dan sejumlah wartawan. Layaknya penggerebekan, para petugas langsung menyusuri tiap ruangan untuk mencari UB dan pemimpin perusahaan.
Di dalam gedung petugas-petugas tersebut memeriksa dokumen-dokumen terkait pengaduan UB. Perempuan asli Semarang tersebut mengadukan adanya penahanan yang dilakukan oleh PJTKI tersebut. Saat dijemput, UB justru shock hingga pingsan dan harus dibopong ke dalam mobil untuk dibawa ke Mapolrestabes Semarang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada yang janggal pada surat perjanjiannya. Pada perjanjian, semua tertulis dengan bahasa Inggris tanpa adanya terjemahan," kata Fatkhurozi di Mapolrestabes Semarang, JL Dr Sutomo, Rabu (12/9/2012).
Setibanya di Hongkong, lanjut Fatkhurozi, UB mendapatkan kekerasan psikis berupa bentakan dan tenaganya diperas. Ia diharuskan bekerja hingga larut malam dan tidak ada hari libur.
"Kerjanya sampai jam satu malam. Libur dua hari dalam perjanjian pun ternyata tidak didapatkannya,"
Setelah bekerja dua bulan di Hongkong, UB merasa tidak betah dan memutuskan pulang ke Indonesia. Namun oleh pihak PJTKI ia dikenakan penalti sebesar Rp 18 juta. UB pun merasa kesulitan untuk membayar penalti itu. Dari pihak perusahaan maka diambil keputusan jika tidak sanggup membayar maka akan diberangkatkan lagi ke Hongkong pada pada bulan September 2012.
Selama masa menunggu itulah, UB tidak diperbolehkan keluar dari tempat penampungan, ia pun harus menahan rindu untuk bertemu dengan keluarganya yang berada di Semarang. Lalu dengan inisiatifnya, ia menghubungi pihak BLK untuk meminta bantuan.
"Sempat ada penahanan. Oleh pihak BLK ia dijemput untuk keluar sebentar dari penampungan. Pihak BLK harus meninggalkan jaminan berupa BPKB mobil untuk mengajak keluar UB," terang Fatkhurozi.
Saat keluar dengan petugas dari BLK itulah UB melapor ke Dinaskertranduk Jateng dan diteruskan ke LRC KJHAM dan Polrestabes Semarang pada Selasa (11/9) kemarin. Tindakan pun segera dilakukan karena ternyata UB akan diberangkatkan ke Hongkong besok Kamis (13/9).
Sementara itu pimpinan PJTKI, Eka Salim mengaku sudah melakukan semua prosedur sesuai dengan ketentuan. Ia menjelaskan bahwa dalam kontrak kerja tertulis adanya ganti rugi kepada perusahaan jika tidak menyelesaikan pekerjaan.
"Ada kewajiban penggantian rugi ke perusahaan. Itu sesuai kontrak kerja," tegas Eka.
Pria tersebut menambahkan, karyawan-karyawannya ia berangkatkan dengan modal dari perusahaan namun tetap harus diganti dengan sistem potong gaji.
"Dia kerja sebelum Mei, dipotong gaji tujuh kali masing-masing 3.000 dollar hongkong. Masa kerjanya sendiri dua tahun," pungkas Eka.
Meski pemimpin perusahaan mengaku pihaknya sudah sesuai prosedur, pihak LRC KJHAM masih ada yang salah dalam pemberangkatan UB.
"Dalam paspor tertulis sebagai pengunjung, bukan pekerja. Nanti kalau masanya habis bisa saja dia dianggap ilegal," tutup Fatkhurozi.
Kasus tersebut saat ini sedang ditangani oleh pihak Polrestabes Semarang. Hingga sore hari, UB masih dimintai keterangan terkait pengaduan tersebut.
(alg/try)