"Ini semua saksi meragukan majelis, ketika sudah hari gini, bawa uang ke Jakarta Rp 700 juta masih pakai koper," kata Hakim Ketua, Suhartoyo dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Selasa (11/9/2012) malam.
Dalam kesaksiannya, Paman Nurhayati, La Ode Kanna mengaku menyetorkan omset bisnis konveksi di Merauke dalam bentuk tunai. "Dibawa tunai, selalu dengan tunai," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hasil usaha 25 persen diambil pengelola. Bersih 50 persen diserahkan ke terdakwa," terangnya.
Hakim mempertanyakan penyerahan keuntungan dalam bentuk tunai. "Dalam titik-titik itu majelis ragu, sementara terdakwa punya rekening, kenapa di era seperti sekarang ada cara lebih aman tapi menggunakan cara tradisional?" cecar Suhartoyo.
Kanaa menyebut transaksi tunai adalah tradisi di keluarganya. Selain itu, Kanaa menyebut dirinya tidak sempat singgah. "Kalau kami membawa kontan untuk memudahkan transaksi, kalau Rp 600 juta tidak sampe setengah koper dilapisi pakaian. Dari pedalaman sudah beli tiket pesawat kemudian langsung dibawa karena nggak sempat ke bank," jelas Kanna.
Ada sepuluh saksi yang dihadirkan Nurhayati. Mereka adalah Mariono (kakak ipar), La Ode Hisai (kakak kandung), La Ode Kanaa (paman), Mega Kusuma (tenaga ahli Nurhayati di DPR), Juswan, Ruslan, La Ode Kiamu, Litau, Hakpri dan La Ode Basira.
(fdn/mok)











































