"Kita hendaknya konsisten dengan kesepakatan Jenewa tentang logo PMI tersebut. Hendaknya sebagai bangsa tidak bertindak grasa-grusu dan sentimen psikologis dengan menggantikannya dengan bulan sabit merah," kata jubir Golkar, Nurul Arifin, kepada detikcom, Selasa (11/9/2012).
Menurut Nurul, seharusnya persoalan kemanusiaan tidak dipolitisasi. Apalagi sampai memaksa mengubah lambang PMI yang sudah sejak awal berdirinya memang seperti namanya tersebut.
"Persoalan kemanusiaan janganlah dipolitisir dan dijadikan segmen politik identitas. Palang merah bagian dari sejarah perjalanan kemanusiaan. Bulan sabit merah baru mulai diperkenalkan pada tahun 1987-an. Hendaknya semua unsur masyarakat berbesar hati dan tidak bersikap alergi terhadap segala sesuatu yang memperlihatkan simbol palang tersebut,"kata Nurul.
Dia mendorong semua fraksi di DPR berpikir lebih bijak. Tidak selalu mengaitkan setiap simbol yang sudah disepakati bersama menjadi perbedaan untuk diperdebatkan.
"Kita dituntut untuk berpikir lebih dewasa, bijak dan luas. Bukan malah berpikir sempit, sektarian dan mundur. Simbol palang merah itu tidak akan mereduksi keberadaan bangsa Indonesia sebagai sebuah negara majemuk. Namun dengan keinginan menggunakan simbol lain, yang muncul justru adanya keinginan untuk mengkotak-kotakkan perbedaan itu,"katanya.
(van/nrl)