Kisah Relawan ACT Menembus Pengungsi Rohingya Lewat Bantuan Ulama

Kisah Relawan ACT Menembus Pengungsi Rohingya Lewat Bantuan Ulama

- detikNews
Selasa, 04 Sep 2012 20:52 WIB
Jakarta - Doddy C Hidayat, seorang relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT) berangkat seorang diri ke Myanmar untuk menyalurkan bantuan bagi para muslim Rohingya. Berbagai kesulitan berhasil dia lewati, salah satunya berkat bantuan seorang ulama.

Kepergian Doddy dipersiapkan sejak tanggal 20 Agustus 2012. Untuk memantapkan koordinasi, Doddy tidak langsung menuju ke Yangon Ibukota Myanmar, meski visa untuk masuk ke Myanmar telah dikantongi jauh hari sebelumnya. Maka tanggal 21 Agustus 2012 berangkatlah doddy seorang diri menuju Bangkok, Thailand.

"Saya melakukan komunikasi dengan pihak yang ada di Bangkok," ujar Doddy di kantor ACT, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Selasa (4/8/2012).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di Bangkok inilah Doddy menyebut banyak organisasi kemanusiaan yang tertahan dan tidak dapat masuk ke Myanmar. Doddy mencontohkan kawannya yang berasal dari Malaysia yang visanya ditolak hingga dua kali oleh pemerintah Myanmar.

"Dua kali diurus pertama di Malaysia ditolak dan saat ke Bangkok juga ditolak," kata Doddy.

Setelah persiapan terasa mantap, tanggal 24 Agustus, berangkatlah Doddy ke Yangon. Di sana, Doddy mengaku berkordinasi dengan seorang ulama yang bernama Salam. Dari Salam lah Doddy kemudian mendapatkan berbagai informasi tentang kondisi Rohingya saat itu.

Bahkan dalam sebuah pertemuan empat mata, Doddy dan Salam berdiskusi tentang teknik penyaluran bantuan dan transfer uang bantuan ke Myanmar. Perlu diketahui batas nominal uang yang boleh dibawa ke Myanmar secara cash tidak boleh lebih dari US$ 2.000.

"Kalau transfer tidak boleh dengan jumlah besar. Bahkan untuk gaji KBRI di Myanmar saja harus ambil ke Singapura," terangnya.

Di Yangon juga Doddy berkenalan dengan Arif warga Amerika Serikat (AS) yang bekerja di Islamic Relief Inggris dan seorang murid dari Salam yang bernama Muhammad yang ditugaskan sebagai pemandu dan translator. Enam hari lamanya Doddy berada di Yangon untuk mengurus kelancaran kegiatannya.

Tanggal 30 Agustus, pukul 08.00 waktu setempat, dengan jarak tempuh 1 jam 20 menit menggunakan pesawat terbang, Doddy bersama kedua rekannya berangkat dari Yangon menuju provinsi Sittwe, tempat di mana konflik kemanusiaan Rohingya terjadi. Doddy mengaku kaget dengan kondisi Bandara Sittwe yang dipenuhi dengan aparat militer.

"Karena beredar kabar ada sweeping di bandara dan untuk keluar bandara harus berjalan kaki ke luar pagar. Untungnya ita dijemput sama jaringan kita," ujarnya.

Aung Mingalar Ward adalah lokasi tujuan Doddy. Di wilayah ini disebut sebagai satu-satunya wilayah yang luput dari pembakaran. Doddy menyebutkan terdapat sekitar 1,000 orang termasuk ratusan pengungsi dari daerah lain tinggal sana.

Jarak menuju ke tempat itu sekitar 20 menit dari hotel tempat Doddy menginap. Cuaca di Sittwe juga sering turun hujan yang membuat jalan-jalan di kota itu becek terutama saat mamasuki kawasan pengungsi yang jalannya hanya terbuat dari tanah.

Saat hendak memasuki kawasan Aung Mingalar Ward, Doddy dikejutkan dengan banyaknya aparat militer bersenjata lengkap. Bahkan beberasa senjata laras panjang dipasang di depan jalan masuk tempat itu. Warga Rohignya tidak diperbolehkan keluar dari wilayahnya terlebih pemerintah Myanmar memberlakukan jam malam
dari pukul 19.00 hingga pukul 07.00 waktu setempat.

"Apalagi orang asing tidak boleh masuk. Beruntung kita bisa masuk ke sana setelah menghubungi pemerintah lokal setempat." terangnya.

Setelah melihat kondisi masyarakat setempat yang memprihatinkan akibat kekurangan gizi, Doddy bersama Muhammad yang juga bekerja sebagai tranlatornya mulai bekerja.

Awalnya Doddy membelanjakan uang tunai yang dibawanya untuk membeli keperluan makanan dan sanitasi bagi penduduk sembari menunggu uang bantuan yang segera ditransfer, Sayangnya, untuk proses transfer uang yang dibawa masuk ke Myanmar, Doddy enggan menjelaskannya secara terperinci. Doddy hanya menyebut mengandalkan jaringan ACT untuk mengambil uang bantuan masyarakat Indonesia untuk masyarakat Rohingya.

Pembelian barang bantuan juga tidak boleh terekspos oleh pemerintah Myanmar. Oleh karenanya, Doddy mengandalkan masyarakat setempat untuk membawa barang- barang bantuan itu masuk ke dalam Aung Mingalar Ward. "Tekniknya kita tidak bisa ceritakan tapi kita bawa bantuan itu masuk ke dalam," kata Doddy.

"Intinya sebenarnya tawakal saja untuk menyalurkan bantuan," ujar Doddy menyebut kiat suksesnya tersebut menembus Myanmar.


(fiq/mad)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads