Didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang dan Greenpeace, mereka juga menggugat keputusan Bupati Batang No. 523/194/2012 tentang Pencadangan Kawasan Taman Pesisir Ujungnegoro-Roban. Salah satu petani, Sarjono mengeluhkan sikap pengelola yang akan menggunakan sawahnya untuk pembangunan.
"Saya petani, tanah saya akan digunakan tapi tidak bilang saya," kata warga Ponowareng itu di gedung PTUN Jateng, Jl Abdul rahman Saleh, Semarang, Senin (3/9/2012).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selain itu keputusan itu bertolak belakang dengan aspirasi warga yang menolak pembangunan PLTU," tegas Slamet.
Warga dari Paguyuban Rakyat Batang Berjuang Untuk Konservasi, Salim mengaku khawatir proyek pembangunan PLTU batu bara tersebut akan mengakibatkan berbagai efek negatif berupa penyakit dan hilangnya mata pencaharian.
"Kami khawatir proyek ini akan merenggut mata pencaharian kami, baik yang bekerja sebagai petani maupun nelayan. Kami tidak mau bernasib sama seperti masyarakat yang tinggal di sekitar PLTU Cilacap, dan PLTU lainnya. Mereka terpaksa harus hidup di bawah ancaman penyakit akibat polusi PLTU Batubara, dan risiko kehilangan mata pencaharian kami turun-temurun sebagai petani dan nelayan, karena lahan hidup kami dirampas dan dirusak oleh proyek PLTU," katanya.
Dari data Greanpeace, Arif Fiyanto dari Team Leader Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara-Indonesia mengatakan batubara merupakan bahan bakar berbahaya dan terkotor di bumi. Ribuan warga tewas akibat penyakit yang disebabkan oleh pembakaran batu bara di PLTU di berbagai negara.
"Batu bara merupakan penyumbang utama dampak rumah kaca di bumi. Oleh karena itu pembangunan PLTU batubara di Batang bertentangan dengan komitmen Presiden SBY untuk mengurangi emisi gas rumah kaca Indonesia sebesar 26% pada tahun 2020," pungkas Arif.
Aksi unjuk rasa berlangsung ramai, ribuan warga riuh menyuarakan keluh kesahnya dengan membawa bendera, spanduk bertuliskan penolakan pembangunan PLTU tanaman hasil panen. Bahkan secara tidak sengaja seorang wartawan terkena lemparan singkong yang dilempar oleh warga yang emosi.
Jalan Abdul Rahman Saleh yang dipenuhi demonstran pun sempat ditutup sementara oleh pihak kepolisian dan dialihkan melalui jalur alternatif.
Menanggapi unjuk rasa ribuan warga batang tersebut, anggota Komisi D DPRD Jateng, Gatyt Sarikotijah mengaku setuju dengan aksi warga di gedung PTUN Jateng tersebut.
"Demo sudah betul dengan cara terstruktur dan lewat jalur hukum. Tapi jangan hanya dilihat dari dampak negatifnya saja. Marilah lebih dikaji, kepentingan PLTU juga kepentingan masyarakat bahkan scara nasional. Tapi perlu dikaji ulang," paparnya.
(alg/try)