Yaeni tiba di LP sekitar pukul 09.30 WIB mengendarai Toyota Fortuner bernomor polisi K 141 NU dengan dikawal beberapa orang. Menanggapi penahanan tersebut, kuasa hukum terdakwa, Hendry Widjanarko mengatakan pihaknya menyayangkan eksekusi yang dilakukan tidak menunggu inkrah (kekuatan hukum tetap) lebih dahulu.
"Saya menyayangkan eksekusi ini karena dilakukan sebelum inkrah. Akan lebih elegan jika eksekusi dilakukan setelah inkrah," kata Hendry kepada wartawan di LP Kedungpane Semarang, Kamis (30/8/2012).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami pastikan akan mengajukan banding," imbuhnya.
Sementara itu, jaksa dari Kejaksaan Negeri Grobogan, Suryadi enggan memberi komentar terkait penahanan Yaeni tersebut. Namun ia menegaskan, saat ini terdakwa memang dieksekusi di LP Kelas 1 Kedungpane. "Nanti ya sama Ibu (Kepala) Kajari Grobogan, Lydia Dewi," katanya.
Sebelumnya, Kejari Grobogan sempat menahan Yaeni di LP Kedungpane Semarang. Namun berselang satu minggu, Yaeni keluar dari LP untuk dirawat di RS Telogorejo, Semarang dengan alasan sakit. Akibatnya sidang yang seharusnya dijalani oleh Yaeni ditunda bahkan setelah keluar dari RS, penahanannya dibantarkan.
Saat itu hakim yang menangani kasus Yaeni adalah, Lilik Nuraini, Kartini Marpaung dan Asmadinata. Lalu trio hakim itu merubah status Yaeni menjadi tahanan kota pada sidang selanjutnya. Namun ketika masa tahanan kotanya habis, tidak ada perpanjangan dari Pengadilan Tinggi Jateng. Yaeni pun tidak bisa langsung ditahan usai dijatuhi vonis Senin lalu karena masih dalam tahap pikir-pikir.
Yaeni terbukti melanggar pasal 3 UU No 18 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU No 20 tahun 2011 tentang Pemberantasan Korupsi. Ia pun dijatuhi hukuman 2 tahun 5 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 4 bulan penjara oleh majelis hakim. Yaeni juga diharuskan membayar kerugian negara sebesar Rp 187 juta subsider 9 bulan penjara.
(alg/try)











































