Menkum HAM Minta Keberadaan Pengadilan Tipikor di Daerah Dievaluasi

Menkum HAM Minta Keberadaan Pengadilan Tipikor di Daerah Dievaluasi

- detikNews
Senin, 20 Agu 2012 13:53 WIB
Jakarta - Pasca tertangkapnya dua hakim pengadilan tindak pidana korupsi Semarang oleh KPK, kritik bermunculan terhadap keberadaan pengadilan tersebut di daerah-daerah. Keberadaan pengadilan tipikor di daerah diminta untuk dievaluasi kembali.

"Tapi saya kira dengan kejadian ini sudah saatnya dilakukan evaluasi kembali. Saya termasuk sebenarnya walau banyak pihak yang kurang sependapat dengan saya, saya semula sangat setuju bahwa (pengadilan) Tipikor itu terpusat di Jakarta, tetapi wilayah kita yang begitu luas dan otonomi yang ada sekian ratus kab/kota, provinsi memerlukan Pengadilan Tipikor di daerah," ujar Menkum HAM Amir Syamsuddin di sela-sela open house yang digelar di rumah dinasnya Jl Denpasar Raya C.3 No 2 Jakarta Selatan, Senin (20/8/2012).

Menurut Amir, keberadaan Pengadilan Tipikor di daerah awalnya diperlukan karena teritori Indonesia yang cukup luas. Sehingga kalau terpusat di Jakarta akan ada kendala-kendala tertentu seprti jarak dan waktu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Akan ada kendala-kendala tertentu yang membuat proses itu terganggu dikaitkan dengan durasi atau waktu-waktu hukum acara. Sehingga durasi yang ditentukan hukum acara, kalau dia terhalang jarak rentang waktu itu juga bisa menimbulkan persoalan baru," paparnya.

Hakim Pengadilan Tipikor sudah seharusnya diawasi lebih ketat lagi. Penangkapan hakim tipikor Semarang tersebut harus menjadi perhatian khalayak luas agar ada evaluasi.

"Saya kira kalau diawasi benar kalau seorang hakim tipikor membebaskan seorang terdakwa itu bukan hal yang luar biasa tetapi kalau terlalu recordnya itu sedemikian rupa, saya kira sudah saatnya menjadi
perhatian," tutupnya.

KPK menangkap dua hakim ad hoc pengadilan Tipikor Kartini Marpaung dan Heru Kusbandono bersama seorang pengusaha di Semarang. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan pengusaha yang diduga menyuap mereka bernama Sri Dartuti. KPK telah resmi menetapkan ketiganya menjadi tersangka. Tim penyidik mengamankan uang yang diduga sebagai uang suap senilai Rp 150 juta.

Dua hakim ad hoc yang tertangkap ini ternyata memang memiliki rekam jejak kelam: kerap membebaskan terdakwa korupsi. Keduanya disinyalir telah membebaskan setidaknya lima terdakwa korupsi.

(iqb/mpr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads