Duh! Bisnis Berahi Tetap Marak di Bulan Suci

Duh! Bisnis Berahi Tetap Marak di Bulan Suci

- detikNews
Rabu, 08 Agu 2012 07:38 WIB
Jakarta - Now I can't sing a love song
Like the way it's meant to be
Well, I guess I'm not that good anymore
But baby, that's just me

And I will love you, baby, always
And I'll be there forever and a day, always

Lagu Always yang dilantunkan grup musik cadas Bon Jovi itu mengentak keras. Arloji menunjukkan pukul 02.00 WIB. Tiba-tiba lima cewek dengan bando bak telinga kelinci meliuk-liuk di atas sebuah meja bar panjang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau enggak pas bulan puasa, mereka bugil, Mas," tutur seorang pramusaji di sebuah klub malam di bilangan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat. Toh, dengan lingerie dan celana dalam, kelima cewek itu tak ubahnya seperti bugil.

Setengah jam istirahat, pertunjukan berlanjut hingga menjelang subuh. Kian pagi, pengunjung kian ramai. Setidaknya begitu pantauan Detik pada Jumat dan Rabu pekan lalu. Masih di kawasan yang sama, di sebuah hotel, suasananya tak jauh berbeda.

Meski lampu papan reklame hotel itu mati, tak begitu adanya bila Anda masuk ke klub malam di lantai 6 hotel kelas menengah-atas itu. Tak usah masuk, dari area parkirnya saja Anda bisa tahu klub malam itu tak sepenuhnya redup.

Sedan supermewah Bentley, Aston Martin, Porsche, Mini Cooper, BMW Seri 7, dan Lexus RX terparkir manis di dekat pintu masuk. Benar saja, begitu pintu klub dibuka, aroma minuman keras dan rokok segera menyergap.

Botol-botol minuman bertebaran. Sebut saja Martini, Jack Daniels, Johnnie Walker Black Label, plus bir, dan berbagai minuman penjaga kebugaran. Gerakan pengunjung serentak godek.

Lina, 22 tahun, dan dua orang temannya, Maya (23) dan Dewi (24), asyik bergoyang. Sesekali ketiganya menebar senyum kepada tamu laki-laki yang masuk ke Diskotek GC, di kawasan Glodok.

Perempuan asal Subang, Jawa Barat, itu mengaku sejak awal Ramadan hampir saban malam menyambangi tempat hiburan malam tersebut. Maklum, Lina, yang konon bekerja di sebuah salon “plus plus”, mengaku sedang mengalami paceklik tamu.
“Takut ada razia. Kalau di sini, mah, aman,” ujar cewek yang tempat kerjanya di sekitar kawasan Lokasari, Mangga Besar, itu kepada Detik. “Kalau mau booking kamar juga ada di sekitar sini.”

Begitulah, razia boleh dikata tak menyentuh tempat hiburan papan atas, meski Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI mengaku bekerja sama dengan Satuan Polisi Pamong Praja menyisir tempat-tempat “dugem”.

Buktinya, selama dua pekan Ramadan ini, baru satu tempat yang mereka segel dan dua lainnya diperingatkan. Itu pun sebatas kafe. Landasan hukumnya Surat Keputusan Gubernur DKI Nomor 98 Tahun 2004.

“Mereka menjual minuman keras,” ujar Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Arie Budhiman kepada Detik, Rabu lalu. Dikatakannya, penyisiran dilakukan oleh 30 personel Satpol PP. Itu belum termasuk jajaran intelijen kepolisian.

“Kalau Satpol PP, untuk izin adanya gangguan, intel izin keramaian, sedangkan dinas pariwisata izin usahanya,” ucap Kepala Seksi Pengawasan Tempat Usaha dan Hiburan Satpol PP DKI Jakarta Nanto Dwi Subekti.

Senada dengan Arie, Nanto menegaskan, setiap malam selama Ramadan mereka bertugas menyisir tiap wilayah. “Kira-kira habis salat tarawih sampai pukul 3 subuh,” ujarnya kepada Detik.

Adapun Arie menyatakan pihaknya bisa memaklumi kalau ada tempat karaoke dan live music yang melanggar batas waktu, tapi tak berlebihan. “Enggak apalah mereka nyolong setengah sampai satu jam,” tuturnya sambil tertawa.

Lalu bagaimana dengan tempat hiburan yang buka hingga subuh di sepanjang Jalan Pangeran Jayakarta dan Hayam Wuruk? “Jika memang ada, buktikan kepada kami,” ujar Arie, berang.

Segendang sepenarian dengan Arie, Ketua Bidang Dakwah dan Hubungan Lintas Agama Front Pembela Islam Habib Muhsin Alatas mengatakan aksi sweeping yang dilakukan FPI didasarkan pada sejumlah kriteria.

“Kami tak mungkin men-sweeping hotel-hotel,” kata Muhsin. “Hotel itu kan privacy dan tertutup. Dalam Islam, tidak dibenarkan dan tak diperbolehkan men-sweeping serta mencari-cari di tempat tertutup.”

Itu pula sebabnya, Jendri, 37 tahun--bukan nama sebenarnya--seorang manajer investor relations di sebuah perusahaan pertambangan pelat merah, tak kesulitan mengantar tamu mitra bisnisnya mencari hiburan malam.

“Tempat-tempat hiburan malam masih buka. Beberapa menggunakan fasilitas izin hotel agar tempat karaoke dan diskotek tetap buka,” ucapnya kepada Detik. Ia pun tak kesulitan mencari gadis-gadis booking-an.

“Kalau lewat mami, bisa saat itu juga diajak kencan ke kamar hotel, tapi tarifnya mahal,” kata Jendri. “Kalau enggak pakai muncikari, tarifnya lebih miring, Bos. Syaratnya, tunggu sampai jam tutup klub.”

Dari informasi yang dihimpun Detik di lokasi, jasa wanita penghibur di atas ranjang di sejumlah klub berkisar Rp 2,5 juta long time dan Rp 1 juta short time. “Tempatnya nanti di private room,” ujar seorang petugas jaga di sana.

Menanggapi hal itu, Muhsin mengatakan pihaknya tak segan melakukan sweeping, asalkan mendapat informasi yang valid. ”Kalau ada informasi, bisa saja kami melakukan (sweeping),” tuturnya.

Toh, peraturan pemerintah dan aksi patroli atau sweeping itu tak menyurutkan nyali para penjaja seks di kawasan Harmoni. Tim Detik yang meluncur ke kawasan itu mendapati kupu-kupu malam berkeliaran di sana.

“Long time sejuta, kalau short time Rp 350 ribu,” ujar cewek berbodi semok dan berdada montok yang wajahnya mirip penyanyi Nike Ardilla (almarhum) itu. “Sudah sekalian hotel, tuh, di seberang.”

Ada yang dikawal “anjelo”--antar-jemput lonte--ada pula yang didampingi maminya. “Pilih aja, Bang,” ujar seorang mami yang menghampiri kami seraya melongok ke dalam mobil kami. “Mau tiga-tiganya juga boleh.”

Tak ada rasa waswas bakal digerebek. Rileks. Padahal Kepala Seksi Penertiban Satpol PP DKI Jakarta Darwis Silitonga mengklaim telah melakukan “pembersihan” di sepanjang wilayah jantung kehidupan malam Ibu Kota itu.

“Enggak ada PSK, sekarang lagi pada istirahat,” kata Darwis kepada Detik dengan mantap. “Kita pernah nyari di sepanjang Jembatan Kota sampai Harmoni, tapi enggak ada, mungkin pada pulang kampung.”

Lagi pula, kata dia, mereka takut salah tangkap. “Enggak sembarang. Kami butuh survei lebih dulu,” tutur Darwis. “Sejauh ini, yang jadi wilayah pantauan kami, ya, Harmoni, Matraman, dan sekitar Arion.”

I'll be there till the stars don't shine


Till the heavens burst and 


The words don't rhyme

Artikel ini telah dipublikasikan di Harian Detik edisi Minggu (5/8/2012). Di edisi ini, Anda bisa juga membaca artikel lainnya: Yang Bekas Tetap Berkelas.


(asy/asy)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads