"Saya sepakat dengan Komnas HAM, agar kita tidak lupa. Sejarah kelam kita harus disampaikan secara jujur," kata Wakil Ketua Komisi III DPR, Tjatur Sapto Edy, saat berbincang dengan detikcom, Kamis (26/7/2012).
Jika memang penemuan dari Komnas HAM ini ingin ditindaklanjuti, Tjatur menilai perlu ada landasan hukum untuk melakukannya. Menurutnya perlu ada batasan waktu terkait pengungkapan kasus di masa lampau.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun mengenai perbedaan pendapat antara Komnas HAM dan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengenai temuan tersebut, Tjatur sepakat pada pendapat keduanya. Menurutnya kasus ini memang perlu diungkap. Namun, tak perlu menjadi sesuatu yang terlalu dipermasalahkan di masa sekarang.
"Menurut saya pernyataan Mas Priyo (Wakil Ketua DPR) ada benarnya juga. Tetapi, kita tidak boleh melupakan. Saya sepakat juga dengan Komnas HAM yang mengungkap kasus ini agar kita tidak lupa," ujarnya.
"Yang penting itu bukan sejarahnya, tapi yang penting kita mengambil hikmah," tutupnya.
Seperti diketahui Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Komnas HAM, menyebutkan beberapa fakkta dalam peristiwa penembak misterius (Petrus) periode 1982-1985. Tim menyebutkan, aksi petrus tersebut dilakukan oleh aparat keamanan negara.
"Tim menemukan bukti permulaan yang cukup bahwa telah terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan dalam peristiwa petrus 1982-1985, dengan terpenuhinya unsur-unsur umum, yaitu terbukti adanya serangan yang dilakukan sekelompok orang yang merupakan bagian dari aparat keamanan negara TNI dan Polisi," ujar Wakil Ketua Komnas HAM Yosep Adi Prasetyo di Komnas HAM, Jakarta, Selasa (24/7/2012).
Yosep menuturkan, pelaku petrus tersebut terbukti melakukan penangkapan, penahanan bahkan kemudian korban yang merupakan penduduk sipil ditemukan mati, cacat bahkan hilang.
"Korban Petrus telah dipilih secara khusus, bahkan sudah ada masuk daftar Target Operasi. Mereka kerap dinyatakan sebagai penjahat, preman, gali, dan mantan residivis, dan semuanya memiliki tato," jelasnya.
Bahkan tak jarang korban petrus ini merupakan korban salah sasaran lantaran nama yang sama dengan daftar target operasi yang dimiliki sang eksekutor. Banyak juga korban Petrus ini adalah salah sasaran karena nama yang sama," terangnya.
Yosep menjelaskan, tindakan kejahatan yang dilakukan berupa, pembunuhan atas 83 jiwa, penyiksaan terhadap 14 orang, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang terhadap 68 orang dan penghilangan orang secara paksa sebanyak 23 orang.
"Peristiwa itu terjadi di hampir wilayah Jawa dan Sumatera," terangnya.
(trq/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini