"Itulah keajaiban konstitusi. Jangankan seorang warga negara yang dilanggar haknya, ada warga negara yang bingung dengan UU pun bisa mengajukan permohonan ke MK," kata pengamat hukum tata negara, Dr Irman Putra Sidin, saat berbincang dengan detikcom, Selasa (17/7/2012).
Pasca reformasi, demokrasi berubah dari demokrasi kuantitatif menjadi demokrasi kualitatif. Sebuah produk UU bisa ditentukan lewat voting suara terbanyak oleh parlemen. Tetapi hal ini akan dikontrol lewat pertimbangan yuridis lewat MK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk menjamin hak konstitusi warga, maka setiap warga negara bisa mencari keadilan di MK tanpa harus didampingi pengacara terkenal atau ahli hukum bergelar profesor jebolan kampus ternama luar negeri.
"Putusan ini sangat bagus, membuka mata warga bahwa mereka bisa menggugat apabila hak-hak konstitusionalnya terlanggar. Seorang diri sekali pun," tandas Irman.
Seperti diketahui, Andriyani telah 14 tahun bekerja. Namun 18 bulan terakhir tidak digaji. Saat dia meminta PHK, perusahaan menggajinya kembali sehingga hapus hak-haknya untuk di-PHK. Tidak terima, Andriyani menggugat ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) namun kandas. Karena tidak punya uang, dia pun menggugat pasal 169 ayat 1 huruf c UU Ketenagakerjaan dan dikabulkan.
"Pasal ini dimaknai buruh dapat mengajukan permohonan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial apabila pengusaha tidak membayar upah tepat waktu yang telah ditentukan selama 3 bulan berturut-turut atau lebih. Meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu," demikian bunyi amar putusan MK tersebut.
(asp/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini