Lopa, Jaksa Ekstrem yang Tak Sungkan Pinjam Sepatu Ajudan

Lopa, Jaksa Ekstrem yang Tak Sungkan Pinjam Sepatu Ajudan

- detikNews
Senin, 16 Jul 2012 12:36 WIB
Baharuddin Lopa/ Dikhy Sasra
Jakarta - Kejaksaan Agung meluncurkan buku biografi 'Apa dan Siapa Baharuddin Lopa'. Lopa adalah jaksa agung legendaris yang hanya menjabat dalam tempo sebulan, 6 Juni 2001 - 3 Juli 2001. Sejumlah rekan dan orang dekatnya menyampaikan testimoni mengenang Jaksa Agung era Presiden Gus Dur ini.

Testimoni itu disampaikan secara bergantian dalam acara yang digelar Kejagung di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (16/7/2014). Yang pertama menyampaikan testimoni adalah Guru Besar Hukum Pidana Universitas Trisakti Andi Hamzah. Dia mengenal Lopa sebagai sosok yang ekstrem dan jujur.

"Saya mengenal Baharuddin Lopa saat usia sekitar 20 tahun, tapi saat itu saya belum kenal dia. Saya mengenal dia sebagai orang yang ekstrem dan jujur," tutur Andi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Andi juga bercerita ketika Lopa menjabat sebagai Kejaksaan Negeri Ternate. Saat itu Lopa diberi oleh-oleh buah durian yang kemudian ditolaknya.

"Lalu dia minta diturunkan semua dari mobil dia karena dia tidak mau nerima. Setahu saya dia tidak pernah ke mall, yang dia tahu cuma pasar, secara agama dia juga sangat ekstrem," ungkapnya.

Andi juga mengenang Lopa ketika pada sekitar tahun 1966, saat sedang ramai tentang Gerakan 30 September PKI. Dalam sebuah forum, seorang mahasiswa bertanya mengapa Presiden Soekarno yang dinilai terlibat dengan Gerakan 30 September PKI tidak ikut ditangkap. Ternyata pertanyaan tersebut membuat geram para anggota TNI yang mengikuti forum tersebut dan berencana akan menangkap mahasiswa usai acara. Anehnya, lanjut Andi, saat itu Lopa tampak resah dan gelisah.

"Ternyata Pak Lopa mengaku dia yang menyuruh mahasiwa itu untuk bertanya," kata Andi tanpa melanjutkan cerita selanjutnya.

Mantan anak buah Lopa di kejaksaan saat itu Chairuman Harahap juga memberi testimoni. Eks Sekretaris Jaksa Agung Muda Pidana Umum ini pernah diminta oleh Lopa untuk mempertemukan dengan Jenderal AH Nasution.

"Karena dia merasa galau pada kondisi bangsa saat itu, akhirnya saya pertemukan. Tapi Pak Lopa minta bertemu empat mata, akhirnya bertemu di rumah Pak Nasution. Setelah selesai, keesokan harinya saya tanya kepada Pak Nasution, yang diomongin Pak Lopa itu apa, Pak Nasution bilang dia minta saya untuk memimpin pemberontakan, karena dia galau dengam negara ini, saya bilang saya tidak punya pasukan lagi," kenang Chairuman yang juga pernah jadi mahasiswa Lopa di Pusdiklat Kejagung.

Sementara itu mantan ajudan Baharuddin Lopa, Enang Supriyadi Syamsi mengenang mantan atasannya sebagai sosok yang jujur dan sederhana. Hal yang paling diingatnya adalah ketika dia diminta oleh Lopa untuk menelepon Kepala LP Cipinang untuk menyampaikan permohonan maafnya karena telah menegur keras terkait kaburnya sejumlah napi.

"Suatu ketika saat seorang napi kabur dari LP Cipinang, dia memarahi kepala lapas dan marah besar. Malam hari dia bilang ke saya, kau telepon kalapas Cipinang sekarang, bilang saya minta maaf, saya tegur kamu tadi pagi, karena kamu memang salah, kamu baik-baik ya besok kamu dipindahkan. Saat itu Pak Baharudin meski marah dia bisa menasihati dengan baik, masih bisa minta maaf," kenangnya.

Enang juga teringat ketika atasannya itu meminjam sepatu dan kaos kakinya karena lupa membawa sepatu. Lopa tidak sungkan meminjam sepatu dari bawahannya.

"Satu ketika saya pernah diajak Pak Lopa untuk ketemu orang. Saat itu dia lupa dia pakai sendal jepit, lalu dia akhirnya memakai sepatu saya sampai koas kaki saya dan akhirnya bertemu dengan orang itu," paparnya.

Baharuddin Lopa semasa hidupnya sering dipuji sebagai tokoh yang berani dan jujur. Tak ayal bila Gus Dur kemudian mengangkatnya sebagai Jaksa Agung. Sayang, perjuangannya menegakkan keadilan tak lama, dia wafat sebulan setelah dia menduduki jabatan barunya. Lopa meninggal dunia pada usia 66 tahun di Rumah Sakit Al-Hamadi Riyadh di Arab Saudi, tanggal 3 Juli 2001 pukul 22.14 WIB akibat gangguan pada jantungnya. Lopa lahir di Mandar, Sulawesi Selatan, pada 27 Agustus 1935. Sebelum menjadi Jaksa Agung, dia adalah Duta Besar RI untuk Arab Saudi.

(fiq/mpr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads