"Saya pikir itu memang gimmick, bukan betulan taksi karena nggak mungkin taksi menggunakan mobil semacam itu. Di sini sudah ada taksi Alphard ya, saya lihat nggak begitu tinggi penggunaannya," jelas dosen periklanan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Indonesia (UI) Dra Sri Sedyastuti Syafei, MSi.
Hal itu disampaikan Sri dalam perbincangan dengan detikcom, Sabtu (14/7/2012). Sri sendiri mengaku mengetahui hal itu baru pada Jumat kemarin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sri menilai ada kemiripan antara 'Taksi Ferrari & Porsche' ini dengan kasus 'Peti Mati' yang dilakukan Sumardy, CEO Buzz & Co. Dengan hal yang nyeleneh diharapkan bisa menjadi pembicaraan di mana-mana, di dunia nyata atau di social media.
"Tujuannya untuk mendapat perhatian publik. Word of mouth (WOM) supaya orang menjadi berbicara tentang itu, dari internet, kemudian ke teman, berkembang dan orang jadi membicarakan. Cuma yang kasus peti mati agak beda, peti mati itu langsung dari agensi, kalau ini (Taksi Ferrari) diluncurkan ke masyarakat langsung. Ya kita tunggu saja," jelas Sri.
Secara etika periklanan, 'Taksi Ferrari' ini dinilai oke-oke saja, tidak melanggar. Bila benar, strategi 'Taksi Ferrari & Porsche' seperti ini dinilainya kreatif dan inovatif. Dalam era di mana semua perusahaan mempromosikan produknya melalui media kovensional, diperlukan terobosan agar iklan itu berhasil membetot perhatian banyak orang.
"Menurut saya dengan kegiatan ini cukup jeli dia, cukup pintar untuk getting attention orang dengan kondisi periklanan kaya begini strategi harus tajam. Dari sisi periklanan oke saja. Tidak melanggar etika," kata Sri.
Detikcom pun sudah berupaya menghubungi dan mengkonfirmasi pihak bank yang disebut-sebut melakukan promosi 'Taksi Ferrari' ini, yakni 3 pihak bagian humas dan promosi. Ketiga orang bagian humas dan promosi bank itu tidak mengangkat telepon ketika dihubungi, pesan yang dikirim melalui BlackBerry Messenger (BBM) pun tidak dibalas kendati sudah dibaca.
Nah, bagaimana menurut Anda?
(nwk/gah)