Pantai yang terletak di bagian utara Jakarta itu merupakan milik PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA), yang sahamnya dimiliki oleh Pemda DKI, PT Pembangunan Jaya dan masyarakat.
Masyarakat yang dimaksud adalah yang memiliki saham Ancol melalui pembelian di Bursa Efek Indonesia. Meski termasuk pemegang saham minoritas, namun keputusannya tetap diperhitungkan di rapat umum pemegang saham (RUPS).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan demikian, bisa jadi rencana tersebut dijegal oleh para pemegang saham minoritas. Apalagi rencana menggratiskan pantai itu bisa berpengaruh kepada kinerja keuangan.
Sudah hal yang lazim di pasar modal jika kinerja keuangan sebuah perusahaan menurun, maka harga sahamnya pun bisa anjlok. Hal ini yang paling dihindari oleh pemegang saham publik.
Pemerintah DKI Jakarta memang menjadi pemegang saham mayoritas di Ancol, yaitu sebanyak 72%. Sementara sisanya 18% dipegang PT Pembangunan Jaya dan 9,99% beredar bursa saham.
Seperti diketahui, janji-janji manis terlontar dari pasangan Cagub-Cawagub yang berkompetisi dalam Pilkada DKI. Cawagub Didik J Rachbini memilih fokus di kawasan wisata pesisir. Dia berjanji untuk menggratiskan kawasan wisata pantai Ancol.
"Pemprov DKI harus membuka akses masyarakat ke Pantai Ancol dan pantai-pantai lainnya di pantai utara Jakarta secara gratis," ujar Didik dalam pernyataannya.
Selama ini, warga yang ingin menikmati Pantai Jakarta di Ancol harus merogoh kocek Rp 15 ribu. Bagi sebagian orang, mungkin uang sebesar itu tidak menjadi masalah. Tapi bagi sebagian orang, harga tersebut cukup menguras kantong.
Merasa tiket tersebut mencekik leher, 3 orang warga Jakarta menggugat pengelola Pantai Ancol dan meminta tarif tersebut dihapuskan. Gugatan tersebut diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
(ang/gah)