Kuasa hukum Loeana, Sumardhan menuturkan kronologi kasus ini kepada detikcom, Rabu (27/6/2012).
Loeana berpolemik dengan Putra Masagung. Kasus hukum diawali dengan transaksi jual beli tanah sementara seluas 30 ribu meter persegi di kawasan bukit Jimbaran pada tahun 2001.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sengketa pun terjadi. Masagung menggugat Loeana ke PN Denpasar atas perkara perdata jual beli tanah pada tahun 2008. Kasus perdata ini beralih ke kasus pidana ketika Masagung melaporkan Loeana ke Polda Bali pada tahun 2010.
Sejak itulah, nasib Loeana tak menentu. Ia sibuk berurusan dengan polisi dan jaksa. Ia mencoba melawan dengan melaporkan ke Mabes Polri. Polri pun memerintahkan Polda Bali menutup kasus itu karena bukan pidana, melainkan kasus perdata.
Polda Bali tak menggubris. Kasus laporan pidana terus berlanjut. Loeana ditahan Polda Bali. Setelah mengajukan dan memenangkan gugatan praperadilan, Loeana dibebaskan.
Kasus tak pun berhenti. Polda Bali melanjutkan ke Kejati Bali. Didera masalah hukum yang pelik, nenek ini sakit. Ia berobat ke Surabaya. Namun, kembali ia dijerat setelah ditetapkan DPO dengan alasan kabur.
Loeana ditangkap oleh 12 personel dari Polda Bali dan Poltabes Denpasar. Ia diterbangkan ke Bali. "Mana mungkin seorang yang lanjut usia melarikan diri," kata Sumardhan.
Tak kuasa melawan aparat penegak hukum, Loeana yang masih terbaring lumpuh dan depresi di RSUP Sanglah berhadapan dengan persidangan di PN Denpasar. Ia menjalani persidangan dengan terbaring di ranjang pesakitan, Selasa (26/6/2012) kemarin.
Loeana pun yakin tak bersalah dalam kasus perdata itu. "Tidak ada penipuan. Klien kami tidak melakukan penipuan. Kasus ini penuh rekayasa karena kasus perdata bisa menjadi pidana," kata Sumardhan.
(gds/try)