"Ini sangat disayangkan. Tentunya ini akan sangat merugikan Indonesia. Karena itu kami meminta aset budaya nasional kita tidak dipakai untuk mengambil keuntungan secara ekonomi," jelas Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Linggawaty Hakim dalam sambutannya di pembukaan International Symposium in Ensuring Protection for GRTKTCE/F, di The Padma Resort, Legian, Bali, Selasa (26/6/2012).
Linggawaty menambahkan bahwa GRTKTCE/F adalah aset nasional Indonesia yang erat kaitannya dengan sendi-sendi dasar kehidupan masyarakat Indonesia dan secara langsung bernilai strategis baik secara ekonomi, sosial, tradisi, kultur, maupun politik. Di mana nilai perdagangan dari pemanfaatan sumberdaya genetika di dunia mencapai angka USD 500 - 800 miliar per tahun. Untuk itu, penting bagi setiap negara untuk memiliki data base tentang budaya yang mereka miliki.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, database ini nantinya diharapkan mampu ditindaklanjuti dengan aset tersebut ke UNESCO. Sehingga jika ada overlaping pencatatan kebudayaan di lebih dari satu negara, UNESCO bisa mengambil langkah investigatif untuk mengetahui asal usul kebudayaan tersebut.
"Seperti batik, yang sudah terdaftar di UNESCO," pungkasnya.
(rmd/rmd)