Matahari menyorot terik siang itu tatkala saya, sejumlah media nasional, dan para blogger Blogdetik dibawa WWF menuju sebuah rumah setengah jadi di Kampung Cinibung, Desa Kertajaya, Kecamatan Sumur, Pandeglang, Banten. Di belakang kampung ini, menjulang Gunung Honje yang merupakan bagian dari Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).
Di dalam bangunan, sekelompok pria asyik duduk dengan pisau ukir di tangan. Kadang ada canda, kadang ada mimik serius, tapi mereka bersemangat membentuk sebilah kayu menjadi sebuah ukiran, badak bercula satu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pendekatan kepada mereka tiga bulan untuk membuat kerajinan hari ini," kata Ngatimin kepada detikcom dan beberapa wartawan, Sabtu (16/6) lalu.
Ngatimin dan rekan-rekannya tahu, betapa warga desa perlu hidup sejahtera. Tapi bagaimana caranya? Sawah dan ladang makin berkurang jumlahnya. Mencari ikan di laut pun ada musimnya. Membuat kerajinan pun dirasakan bisa menjadi solusinya.
"Sebelumnya, mereka biasa membuat gagang golok atau kongkorak (lonceng kerbau berbahan kayu-red). Tapi kan nggak laku buat dijual," jelas Ngatimin.
Saat itulah warga tersadar, objek menarik di mata wisatawan dan laku dijual adalah kerajinan bertema badak Jawa. Para pria desa lantas membuat ukiran badak berbagai ukuran, yang kecil untuk gantungan kunci, yang besar untuk pajangan.
Para perempuan desanya membuat anyaman, tapi nanti bisa jadi ada motif badak yang ditempelkan berbahan tempurung kelapa. Tempurung kelapa pun diolah menjadi kerajinan berupa bros, atau teko teh dan tetap bertemakan badak.
"Karena yang menarik dan laku itu bikin badak, ya sudah kita bikin badak," kata Ngatimin.
Jika Desa Kertajaya baru merintis usaha kerajinan, desa tetangga mereka, Ujungjaya, sudah lebih dulu memulainya. Bahkan warga desa Ujungjaya membantu mengajari warga Desa Kertajaya untuk mengukir badak.
Secara tak sengaja, warga desa-desa penyangga di Ujung Kulon kini menggantungkan hidup mereka pada badak Jawa. Bukan untuk diambil culanya, tapi menjadi ikon barang kerajinan yang menarik untuk wisatawan.
Selama ada proses konservasi berkelanjutan di Ujung Kulon, orang-orang akan berdatangan demi Badak Jawa. Selama itu pulalah, warga desa bisa mencari penghasilan tambahan dengan menjual kerajinan. Badak Jawa menyelamatkan hidup mereka.
(fay/lh)