"Ya beginilah adanya, mau bagaimana lagi. Saat ini kondisi keuangan kami defisit," kata Eko saat berbincang dengan detikcom, Kamis (14/6/2012).
Kebijakan Dirjen Dikti diakui memberatkan keuangan kampus. Sebab kampus hanya hidup dari uang SPP yang dibayar per semester. Selain diberlakukan ke kampus negeri yang berada di Purwokerto, Jawa Tengah, ini kebijakan Dijen Dikti juga diberlakukan ke sebuah PTN lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihak Rektorat sempat mengakali dengan membuka sumbangan sukarela bagi para mahasiswa baru yang diterima lewat jalur undangan. Tetapi hanya 7 orang yang memberikan sumbangan di atas batas SPP.
"Tapi yang merasa keberatan dan sanggup membayar lebih rendah dari SPP yang ditentukan sangat banyak," kisah Eko sambil tertawa.
Saat ini Unsoed menerapkan sistem keuangan sentralistik. Seluruh biaya SPP per semester dikumpulkan ke rekening rektorat lalu disebar ke masing-masing fakultas.
Uang semester tersebut sudah termasuk seluruh biaya perkuliahan mahasiswa, dari biaya praktikum, KKN hingga biaya wisuda. Dengan biaya SPP yang kini disebut Uang Kuliah Tunggal (UKT), orang tua siswa menjadi bisa mengukur seberapa besar membiayai anaknya kuliah hingga wisuda.
Seperti UKT Fakultas Ekonomi sebesar Rp 2,8 juta per semester, FISIP Rp 2,4 juta per semester dan Fakultas Peternakan sebesar Rp 3 juta per semester. Jika 8 semester sudah diwisuda, maka seorang mahasiswa dengan mengeluarkan Rp 24 juta sudah dapat menyandang gelar sarjana.
"Kalau yang bukan orang asli sini, berarti menjadi sarjana uang yang harus dikeluarkan adalah SPP plus uang hidup di Purwokerto," papar Eko.
(asp/nrl)