Masuk FK Unsoed Rp 0, Rektorat Putar Otak

Masuk FK Unsoed Rp 0, Rektorat Putar Otak

- detikNews
Kamis, 14 Jun 2012 19:15 WIB
Jakarta - Kebijakan Dirjen Dikti melarang Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) menarik uang pangkal membuat rektorat harus memutar otak. Pembantu Rektor II Unsoed Dr Eko Haryanto mengakui kebijakan tersebut membuat keuangan kampus kembang kempis, bahkan defisit.

"Ya beginilah adanya, mau bagaimana lagi. Saat ini kondisi keuangan kami defisit," kata Eko saat berbincang dengan detikcom, Kamis (14/6/2012).

Kebijakan Dirjen Dikti diakui memberatkan keuangan kampus. Sebab kampus hanya hidup dari uang SPP yang dibayar per semester. Selain diberlakukan ke kampus negeri yang berada di Purwokerto, Jawa Tengah, ini kebijakan Dijen Dikti juga diberlakukan ke sebuah PTN lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Alhasil, pembangunan kampus Unsoed kini sangat tergantung pada kucuran biaya dari APBN. Sebab kampus sudah dilarang menarik uang sumbangan dari orang tua mahasiswa. "Dengan kebijakan baru ini maka kas kami baru terisi pada anggaran tahun depan. Membangun gedung baru ya menunggu dari dana pemerintah pusat," ujarnya.

Pihak Rektorat sempat mengakali dengan membuka sumbangan sukarela bagi para mahasiswa baru yang diterima lewat jalur undangan. Tetapi hanya 7 orang yang memberikan sumbangan di atas batas SPP.

"Tapi yang merasa keberatan dan sanggup membayar lebih rendah dari SPP yang ditentukan sangat banyak," kisah Eko sambil tertawa.

Saat ini Unsoed menerapkan sistem keuangan sentralistik. Seluruh biaya SPP per semester dikumpulkan ke rekening rektorat lalu disebar ke masing-masing fakultas.

Uang semester tersebut sudah termasuk seluruh biaya perkuliahan mahasiswa, dari biaya praktikum, KKN hingga biaya wisuda. Dengan biaya SPP yang kini disebut Uang Kuliah Tunggal (UKT), orang tua siswa menjadi bisa mengukur seberapa besar membiayai anaknya kuliah hingga wisuda.

Seperti UKT Fakultas Ekonomi sebesar Rp 2,8 juta per semester, FISIP Rp 2,4 juta per semester dan Fakultas Peternakan sebesar Rp 3 juta per semester. Jika 8 semester sudah diwisuda, maka seorang mahasiswa dengan mengeluarkan Rp 24 juta sudah dapat menyandang gelar sarjana.

"Kalau yang bukan orang asli sini, berarti menjadi sarjana uang yang harus dikeluarkan adalah SPP plus uang hidup di Purwokerto," papar Eko.

(asp/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.

Hide Ads