Seperti diketahui, biaya masuk PTN yang paling besar itu adalah seleksi lewat jalur mandiri. Selisihnya dengan jalur SNMPTN, bisa berkali-kali lipat, terutama di fakultas kedokteran.
Universitas Riau, Universitas Brawijaya, Universitas Diponegoro, bahkan mematok tarif hingga Rp 100 juta ke atas untuk uang sumbangan pengembangan pendidikan. Dana yang cukup besar demi menimba ilmu yang notabene mendapat porsi 20 persen dari APBN.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang BHP dicabut sejak 31 Maret 2010 lalu. Saat itu, sejumlah elemen masyarakat menilai, UU BHP bertentangan dengan UUD 1945 karena dianggap terlalu mengkomersialisasikan pendidikan.
"Sekarang, dengan dicabutnya UU BHP kondisi balik ke kondisi awal, negara masih memiliki kewajiban untuk menjaga pendidikan ini tidak menciptakan biaya tinggi," sambungnya.
Menurut Tobas, begitu ia biasa disapa, dicabutnya UU BHP seharusnya bisa mencegah komersialisasi pendidikan. Pemerintah harus lebih berperan dalam menekan biaya masuk kampus, terutama perguruan tinggi negeri.
"Dukungan besar dari pemerintah dengan kebijakan baik bisa menghindari pihak-pihak tertentu untuk menjadikan pendidikan sebagai sarana komersil," tegasnya.
Pria yang pernah membela Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah saat kriminaliasi KPK ini menegaskan, dana yang dimiliki pemerintah saat ini seharusnya bisa bermanfaat bagi PTN. Selain itu, perlu juga dibuat aturan pengganti UU BHP yang lebih memberi perlindungan pada mahasiswa.
"Harus ada pengaturan lebih lanjut tentang perguruan tinggi mengacu pada perlindungan hukum di putusan MK," pintanya.
(mad/nrl)