Kejagung: Masih Ada 23 Buron BLBI Belum Berhasil Ditangkap

Kejagung: Masih Ada 23 Buron BLBI Belum Berhasil Ditangkap

- detikNews
Rabu, 13 Jun 2012 13:58 WIB
Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan ada 23 buron dalam kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang belum berhasil ditangkap. Satu orang yang berhasil ditangkap terakhir adalah Sherny Kojongian.

"Yang ada dalam daftar kita itu 24 orang. Ketangkap satu, berkurang satu, yang lain tentu akan kami tindaklanjuti. Kemudian kami melakukan peningkatan lagi kerjasama dengan negara lain, ya kita upayakan mudah-mudahan bisa ditempuh dengan cara seperti ini," ujar Wakil Jaksa Agung, Darmono, di Gedung Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Rabu, (13/6/2012).

Menurut Darmono, salah satu poin penting dalam peningkatan kerjasama dengan negara lain adalah dapat memastikan apakah dokumen keimigrasian milik seseorang itu cacat hukum atau tidak. Karena apabila diketahui dokumen keimigrasian cacat hukum, pihak negara yang bersangkutan tentu akan melakukan deportasi terhadap orang tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau melalui ekstradisi prosesnya cukup panjang, harus melalui perjanjian dan sebagainya, belum lagi terhambat sistem hukum yang bertele-tele. Tetapi melalui sistem hukum deportasi bisa lebih cepat," ucapnya.

Sementara mengenai aset para buron BLBI terutama Sherny, pihaknya masih akan terus bekoordinasi dengan pemerintah AS. Kejagung mencurigai masih ada aset milik Sherny yang masih berada di negeri Paman Sam tersebut.

"Aset yang di luar negeri khusus aset Sherny kami akan koordinasi dengan otoritas Amerika. Apakah ada, karena dia tinggal di sana puluhan tahun barangkali ada aset-aset penting di Amerika. Nanti akan kami tindaklanjuti yang penting orangnya dibawa dulu," tutupnya.

Sebelumnya, buron terkait kasus Bank BHS, Sherny Kojongian, ditangkap Interpol di San Francisco, AS. Dia melarikan diri ke negeri Paman Sam pada 2002 lalu, kala proses persidangan berjalan.

Sherny sudah divonis 20 tahun penjara, bersama koleganya Eko Hadi Putranto, dan juga Hendra Raharja yang divonis seumur hidup. Hendra kemudian meninggal dunia di Australia.

Seperti dikutip dari situs Kejagung, kasus BHS ini terjadi pada 1992-1996. Sherny, bersama Hendra Raharja, dan Eko Edi Putranto telah memberikan persetujuan kredit kepada 6 perusahaan grup. Saat itu Sherny menjadi Direktur Kredit/HRD/Treasury.

Selain pemberian kredit kepada perusahaan grup, para terpidana juga memberikan persetujuan untuk memberikan kredit kepada 28 lembaga pembiayaan yang ternyata merupakan rekayasa.

Karena kredit tersebut oleh lembaga pembiayaan disalurkan kepada perusahaan grup dengan cara dialihkan atau disalurkan dengan menerbitkan giro kepada perusahaan grup tanpa melalui proses administrasi kredit dan tidak dicatat atau dibukukan, yang selanjutnya beban pembayaran lembaga pembiayaan kepada PT BHS dihilangkan dan dialihkan kepada perusahaan grup.

Terhadap fasilitas Over Draft yang telah diberikan PT. BHS, Bank Indonesia telah mengeluarkan surat yang ditujukan kepada Direksi PT. BHS No. 30/1105/UPB2/AdB2 tanggal 2 September 1997; No. 30/1252/UPB2/AdB2 tanggal 18 September 1997 dan No. 30/1505/UPB2/AdB2 tqnggal 20 Oktober 1997, yang pada pokoknya berisi agar Direksi PT. BHS menghentikan penyaluran kredit kepada Direktur terkait. Namun larangan tersebut tidak ditaati oleh Terpidana Sherny yang telah memberikan persetujuan penarikan dana oleh pihak terkait dan penarikan dana valas pihak terkait.

(riz/mad)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads