"Ya nggak adil itu, sedangkan mereka yang bermiliar-miliar (korupsinya), hukumannya paling 5 tahun. Berarti hukum itu tidak adil sekarang ini," kata sosiolog Universitas Indonesia (UI), Ganda Upaya kepada detikcom, Jumat (8/6/2012).
Kondisi saat ini, koruptor kelas teri biasanya akan mendapatkan hukuman penjara bertahun-tahun, berbeda dengan koruptor kelas kakap yang hanya dihukum ringan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ganda menambahkan, saat ini masyarakat sudah berubah dan hukum harus mengikuti perubahan yang ada. Hukuman minimal 4 tahun penjara bagi siapa saja yang melakukan korupsi menurut Ganda tidak bisa memberikan efek jera. Seharusnya yang diubah adalah hukumnya yang disesuaikan dengan porsinya.
"Mereka yang korupsinya besar harus mendapat hukuman yang tinggi, bukannya justru rendah," tambah Ganda.
Akibat hukuman yang diskriminatif ini, Herlina menggugat pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Korupsi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini dinilai langkah yang wajar oleh kriminolog UI Iqrak Sulhin, karena Herlina mencari keadilan.
"Nah kalau misalnya terpidana ini mengatakan bahwa ini tidak adil, saya kira wajar saja," ucap Iqrak.
Seperti diketahui, Herlina Koibur divonis 4 tahun penjara Mahkamah Agung (MA) karena melakukan korupsi Rp 3 juta di Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Supiori, Papua dalam pengadaan barang speedboat.
Herlina dikenakan pasal 2 ayat 1 UU Pemberantasan Tipikor yang berbunyi, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar".
(asp/nwk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini