"Yah itukan dicari-cari alasan tidak bisa disalahi, apalagi tidak menyinggung masalah sara, di Indonesia ada kode etik periklanan sesama produk tidak boleh menghina, tetapi dalam menggunakan akronim berkumis yang digunakan Hendarji, Foke tidak perlu kebakaran jenggot," kata pakar komunikasi politik Ade Armando saat dihubungi detikcom, Selasa, (5/6/2012).
Ade menjelaskan yang dimaksud akronim 'berkumis' oleh Hendarji bukan bermaksud menghina secara fisik.
"Dia tidak menghina tapi dia menemukan akronim dipakai dalam berkampanye, dan maksudnya bukan menghina secara fisik dari salah satu calon gubenur," tuturnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Komunikasi politik yang dilakukannya masih wajar selama masih didalam koridor, selain itu hendarji menggunakan akronim berkumis seharusnya Foke mempertanyakan apa yang anda bisa lakukan dalam memberantas kumuh dan miskin, apa langkah-langkah Anda, dari pada kebakaran jenggot menanggapi akronim tersebut," imbuhnya.
Ade mengakui kecerdikan tim sukses Hendarji yang menemukan akronim 'Berkumis', tapi akronim yang dibuatnya tidak akan menjatuhkan lawannya.
"Cerdik dapat menemukan akronim seperti itu, tapi menurut saya akronim Hendarji itu tidak menjatuhkan lawan apa lagi membawa publik memilih dia kalau dia bisa memberantas kumis tolong sampaikan publik bagaimana caranya melakukakn itu," tandasnya.
(edo/fjp)