Penyelundupan Orang Melibatkan WNI Anak Ramai Dibicarakan di Australia

Penyelundupan Orang Melibatkan WNI Anak Ramai Dibicarakan di Australia

- detikNews
Jumat, 25 Mei 2012 11:03 WIB
Jakarta - Penyelundupan manusia ke Australia saat ini santer dibicarakan di negara yang dipimpin Julia Gillard tersebut. Banyak warga negara dari Timur Tengah tertangkap basah masuk ke Pulau Christmas Island tanpa dokumen resmi.

Namun yang sangat mengkhawatirkan adalah para anak buah kapal atau nelayan yang membawa imigran gelap tersebut adalah warga negara Indonesia.

"Salah satu isu yang cukup banyak didiskusikan di sini adalah masalah keterlibatan orang Indonesia dalam menyeberangkan para pencari suaka dari negara Timur Tengah. Dari Iran, Irak, Afghanistan agak menonjol belakangan ini di Australia," kata Consul/Minister Counsellor KJRI Perth Syahri Sakidin dalam perbincangan dengan wartawan di University Western Australia (UWA) di Perth, Rabu (23/5/2012).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Syahri menjelaskan dari seluruh kasus yang terjadi, para nelayan atau anak buah kapal tersebut sebenarnya ditipu oleh sindikat. Parahnya tak sedikit dari nelayan tersebut masih berusia di bawah umur.

"Terakhir yang lebih menonjol lagi di media Australia mengungkapkan banyaknya anak dan orang Indonesia di bawah umur yang ikut sebagai ABK," jelasnya.

Anak-anak yang diketahui berusia di bawah 18 tahun ini terpaksa ditahan dan dijatuhi hukuman sesuai UU yang berlaku di Australia. Padahal sebenarnya negara kanguru tersebut melarang menahan anak-anak di bawah umur. Karena tak punya akte kelahiran atau identitas yang menyatakan anak tersebut masih di bawah umur, pemerintah Australia akhirnya menahan anak-anak WNI itu.

"Kalau lihat umur kan dilihat aktenya. Tapi kan kita bisa memaklumi kalau di desa banyak anak yang nggak punya akte kelahiran. Mereka meragukan itu sehingga ditahan," ujarnya.

Karena dokumen tidak ada, pemerintah Australia akhirnya melakukan pemeriksaan tes pergelangan tangan untuk mengetahui anak tersebut benar-benar di bawah umur 18 tahun atau tidak. Namun menurut Syahri, tes ini masih kontroversial.

"Pengujian itu tidak tepat. Karena anak-anak di desa itu kan masih kecil misalnya sudah kerja keras jadi petani. Pergelangan tangannya sudah gede-gede," ungkapnya.

Syahri mengatakan pihak KJRI sudah mengumpulkan sejumlah bukti-bukti yang menyatakan kalau anak tersebut memang benar di bawah umur. Namun pihak Australia tidak menerimanya karena dokumen seperti akte kelahiran tersebut seharusnya dibuat saat orang itu lahir bukan setelah tumbuh dewasa.

"Orang sini sulit memahami akte itu dibikin setelah sekian lama setelah belasan tahun. Jadi mereka curiga mengira akte itu dibikin setelah kejadian pelanggaran hukum sehingga dianggap rekayasa," ucapnya.

(gus/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads