Jamal (40) terlihat khusyu duduk bersila di depan undakan batu di teras pertama Gunung Padang. Mulutnya komat-kamit dengan sorot mata tajam tertuju pada tumpukan batu di hadapannya. Tangan kanannya memegang buku kecil bertulisan Arab, sementara tangan kirinya memegang tasbih. Sesekali dia membenarkan posisi kopiah putih yang dikenakannya.
"Hanya ziarah saja, saya enggak minta apa-apa ke sini," kata pria asal Garut, Jawa Barat, ini usai melakukan prosesi ritual di puncak Gunung Padang, Senin (21/5/2011).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Teman-teman sering ke sini untuk ziarah juga, saya penasaran untuk ikut ziarah, sekarang baru kesampaian," ujar pria yang bekerja sebagai tukang roti keliling itu saat ditemui detikcom.
Biasanya, ziarah selalu diidentikkan dengan makam. Namun di Gunung Padang ini belum ditemukan makam yang menjadi penarik orang-orang, mayoritas dari luar kawasan Karyamukti, yang berkunjung ke situs megalitik tersebut.
Di tempat ini terdapat bebatuan berundak-undak yang tersusun rapi. Bukan batuan kecil, namun besar dan memiliki bobot hingga ratusan kilo di tiap susunan batu tersebut. Arkeolog menyebutnya sebagai punden berundak.
Jamal mengaku memang tidak ziarah ke makam. Jamal hanya takjub dengan situs punden berundak ini. "Saya menghormati leluhur yang membuat tempat ini," ucap Jamal.
Sementara itu, Dadi (50), salah satu pemandu sekaligus penjaga Situs Megalitik Gunung Padang menuturkan, banyak kejadian di luar logika manusia yang terjadi di Gunung Padang. Percaya tidak percaya, salah satunya adalah suara kawih dan tembang yang dinyanyikan seorang sinden. Dadi meyakini tidak ada seorang pun berada di puncak tersebut saat sayup lantunan tembang sang sinden tersiar.
"Waktu belum ramai pengunjun,g masih suka terdengar. Sekarang sudah sulit membedakan mana suara tembang yang di sini dengan suara HP (handphone)," tuturnya sambil menyapu daun-daun kering yang berjatuhan di sekitar situs.
Cerita tersebut berkaitan juga dengan kondisi bebatuan di Gunung Padang. Di teras 1 puncak Gunung Padang terdapat beberapa batu yang mengeluarkan beberapa nada bila dipukul dengan batu andesit berukuran sekepal.
"Dari zaman dulu Gunung Padang identik dengan kesenian. Banyak sinden atau dalang yang ziarah ke sini, kadang ada juga yang meminta jalan menjadi sinden terkenal," kisah pria yang lahir dan besar di kaki Gunung Padang ini.
Bahkan, kata Dadi, tidak sedikit orang yang bermalam di situs tersebut untuk melakukan doa semalam suntuk di puncak situs.
Masih menjadi tanda tanya di kalangan peneliti mengenai keberadaan situs megalitikum tersebut. Disebut-sebut situs dengan struktur bebatuan ini merupakan situs terbesar di Asia Tenggara. Pengungkapan tanda tanya pun dimulai dengan tujuan mencari bagaimana pola kehidupan di situs tersebut. Bahkan, disebut-sebut situs tersebut merupakan puncak dari 'piramida' tertua mengalahkan usia piramida di Mesir dan Peru.
Namun Ali Akbar, Arkeolog UI, belum bisa memastikan tentang kabar yang menyebut adanya piramida tersebut. Dia menyebut bila situs megalitik tersebut adalah punden berundak. "Saya menyatakan itu adalah punden berundak," tegasnya saat berbincang dengan detikcom.
Beberapa saat detikcom di puncak Gunung Padang, tak terasa Matahari hampir tenggelam. Saatnya kembali menuruni gunung. Beberapa meter sebelum tiba di kaki gunung, tercium wangi menyan dan dupa. Ditelusuri, wewangian tersebut berasal dari rumah warung yang dihuni Dimas Achmad Sugiyanto.
Dimas menyebut dirinya sebagai kuncen mistis Gunung Padang. Wangi menyan dan dupa tersebut berasal dari salah satu ruangan yang khusus digunakan untuk sesembahan. Ruang tersebut berada di belakang rumah biliknya, berukuran 3x3 meter. Ruangan itu gelap. Sekitar seratusan benda pusaka tergantung di bilik-bilik ruangan tersebut.
"Itu baru pusaka, belum batuan-batuan yang ditemukan di atas," katanya sambil menunjukkan batu bulat sebesar bola tenis dan batu yang mengeluarkan rona merah ketika lampu senter tertuju ke batu tersebut.
Dimas merupakan salah satu penduduk yang masih memegang kepercayaan kehidupan zaman dulu yang bermukim di Gunung Padang. "Bakar menyan sudah jadi tradisi saya setiap siang dan sore," tuturnya.
(ahy/ndr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini