"Paradigma UU Kehutanan itu sendiri yang masih sangat bias dan tidak adil terhadap masyarakat. Sebab dalam UU Kehutanan sangat menganut konsep konservasi yang relatif menafikkan keberadaan masyarakat asli atau sekitar untuk memanfaatkan hasil hutan," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Alvon Kurnia Palma saat berbincang dengan detikcom, Jumat (11/5/2012).
Seharusnya, pelestarian lingkungan dilakukan pemerintah dengan menggandeng masyarakat setempat. Selain menjaga hukum adat juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga kemiskinan bisa terentaskan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Aku khawatir proses ini hanyalah pesanan dari pemilik hutan jati yang memiliki izin pemanfaatan hasil hutan. Pemidanaan untuk Rosidi untuk menakut-nakuti masyarakat yang terus menurus dikatakan sebagai pencuri dalam wilayah konsesi yang mereka miliki," ujar Alvon.
Eksistensi UU Kehutanan ini juga dipertanyakan oleh ahli hukum Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Suparto Widjojo. Menurut Suparto, perlu revitalisasi dan regulasi ulang UU Kehutanan bagi kemanfaatan masyarakat. "UU Kehutanan harus direformulasi ulang," ujar doktor di bidang hukum lingkungan ini.
Seperti diketahui, Rosidi mengambil sisa pohon jati yang ditebang dan dibiarkan terbengkalai di hutan pada 5 November 2011. Tetapi 4 bulan setelah itu dia malah ditangkap dan dipenjara.
Akibat tuduhan tersebut, Rosidi meringkuk di penjara sejak tertangkap, yakni 22 Februari 2012. Rosidi didakwa pasal 50 ayat 3 UU No 41/1999 tentang Kehutanan. Ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara serta denda maksimal Rp 5 miliar.
Sidang perdana di Pengadilan Negeri Kendal pada Rabu (9/5/2012) kemarin dengan agenda pembacaan dakwaan dan akan dilanjutkan Senin (10/2) dengan agenda eksepsi.
(asp/nrl)