"Ada hakim yang bersih kok. Jika dalam satu majelis, meski hakim yang lain menerima, dia tetap akan menolak suap," kata mantan calon hakim, Kholidin, saat berbincang dengan detikcom, Senin (7/5/2012).
Kholidin yang pernah bertugas di Pengadilan Negeri Cibadak, Jawa Barat, ini menuturkan tipe pertama di atas masih banyak. Atas sikapnya yang keras dan anti suap, biasanya menangani kasus yang ringan-ringan dan kecil-kecil. "Biasanya yang seperti itu dikucilkan oleh hakim lain," ujar pria yang kini memilih berkarier di bidang jasa sekuritas ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hakim seperti ini biasanya karena didesak faktor ekonomi saja karena kesejahteraan hakim yang minim menjadikan seperti itu," ujar pria yang juga pernah menjadi advokat ini.
Tipe ketiga, menurut calon hakim 2004 ini, yaitu hakim yang memasang tarif perkara. Jika dihukum sekian maka tarifnya sekian. Jika ingin bebas maka tarifnya sekian puluh juta.
"Tipe terakhir kita menyebutnya kapal keruk. Maunya pegang perkara tertentu dengan memasang tarif, berani memutus bebas. Tapi jumlahnya sedikit, paling cuma 1 persen dari jumlah hakim yang ada," papar pria yang akrab di sapa Dino ini.
Kholidin hengkang dari lembaga peradilan karena alasan realistis yaitu ingin mendapatkan penghasilan yang cukup. Penghasilan hakim saat itu, dia anggap tidak layak sehingga dia memilih mengundurkan diri dan mencari peruntungan di sektor swasta.
"Kalau saya meneruskan jadi hakim, mungkin saya akan masuk tipe yang kedua. Tapi karena saya tidak kuat dan tidak mau terjerumus, saya memilih resign saja," ujar pria yang berkantor di bilangan Jenderal Sudirman, Jakarta, ini.
(asp/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini