Tofan Mahdi menceritakan pada Selasa (25/4) kemarin, anaknya yang duduk di kelas 6 SD Islam Terpadu Fajar Hidayah di-bully teman-temannya.
"Yang sebelum-sebelumnya verbal ya, anak saya dikata-katain. Kali ini anak saya dipukul, dicubit tapi anak saya nggak melawan. Sampai bengkak sampai merah. Ini bukan yang pertama kalinya. Ini sudah kali ketiga ya seperti ini," ujar Tofan Mahdi pada detikcom, Kamis (26/4/2012).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Anak saya punya penyakit asma. Dulu ada asupan obat yang salah dan nggak kuat resistensi tubuhnya akhirnya kolaps dan sempat koma. Saat itu kelas 3. Saya mencari sekolah di sini agar bisa saya lindungi dan dekat rumah," jelas dia.
Namun Tofan menyayangkan bahwa sekolah anaknya kurang concern terhadap hal-hal semacam ini.
"Jadi memang seharusnya sekolah itu concern ya. Sekarang sih bullying memang sedang ngetren ya. Tapi masa sekolah di tempat eksklusif mahal juga ada begitu-begitu. Kondisi anak saya ini sakit," jelas Tofan.
Tofan mengerti awalnya sekolah menganggap hal ini kenakalan anak-anak biasa. Saling ledek, saling berkelahi. Namun kalau sudah menjurus ke fisik, sekolah hendaknya waspada.
"Awalnya anggap biasa kelahi, anak laki-laki, ledek-ledekan. Saya ingatkan, saya bisa terima itu tapi jangan sampai menjurus ke fisik, meninggalkan bekas, dicubit sangat keras sampai merah, bengkak. Ada yang memukul tangan kanan-kiri. Ini jangan sampai jadi budaya kekerasan. Tolong, anak saya rentan, takutnya ada apa-apa. Setahun saja bisa 2 kali opname," jelasnya.
"Sudah diselesaikan kekeluargaan, tapi ke depan, please, jangan sampai terulang lagi. Saya mengerti ini anak-anak, tapi kalau orang tuanya nggak diingetin kan lupa. Gemes saya ini, kontrol dari gurunya ke mana? Jangan menganggap enteng," jelas Tofan.
Sementara wali kelas putra Tofan di SDIT Fajar Hidayah, Yuni, mengatakan, bahwa apa yang terjadi hanya bercandaan anak-anak saja. Tidak ada bullying.
"Tidak ada masalah bullying atau masalah apa pun. Sudah clear. Itu bercanda anak-anak saja, sudah clear," tutur Yuni saat dihubungi detikcom.
Sedangkan Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni'am mengatakan sekolah hendaknya jangan menganggap terlalu enteng soal bullying. Namun sebaliknya, jangan juga terlalu protektif pada anak.
"Kalau teman sebaya itu pentingnya edukasi bahwa usia seperti itu tentu yang paling berpengaruh di antaranya teman sepermainan. Guyonan aktivitas tidak bisa lepas dari kontrol dari guru, guyonan normal nggak masalah. Jangan pula guyonan itu nyerempet pada kekerasan fisik maupun psikis," jelas Asrorun.
Hendaknya orang tua dan guru menyikapi hal ini secara proporsional. Asrorun mencontohkan, dalam kasus siswa atau anak itu mengikuti aktivitas ekstrakurikuler seperti bela diri atau olahraga.
"Misalnya main bola jatuh terkena sliding, bisa dialami luka ini karena melakukan aktivitas pendidikan. Beda halnya lagi diam belajar terus ditarik kursinya, terus jatuh. Itu kan beda konteksnya," jelas Asrorun.
(nwk/nrl)