Kasus PT Bukit Asam Sudah Dilaporkan ke Presiden

Kasus PT Bukit Asam Sudah Dilaporkan ke Presiden

- detikNews
Senin, 23 Apr 2012 17:01 WIB
Jakarta - PT Bukit Asam melaporkan pencabutan izin kuasa pertambangan batubara oleh mantan Bupati Lahat Sumsel, Harunata, tahun 2003-2008 yang diduga terdapat unsur korupsi ke KPK. Laporan ini juga sudah ditembuskan ke pejabat-pejabat tinggi negara, termasuk Presiden.

"Pengaduan kami sudah kami cc kan semua pejabat tinggi negara, termasuk Presiden," kata Direktur Utama PT Bukit Asam, Milawarma.

Hal itu disampaikan Milawarma saat jumpa pers di kantornya, Menara Kadin, Kuningan, Jaksel, Senin (23/4/2012).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bukan hanya ke Presiden. Karena merasa kasus ini 'seksi', Milawarma juga aktif berkoordinasi dengan DPR.

"Khususnya Komisi V dan VI," lanjutnya.

Milawarma mengaku sangat prihatin dengan kondisi seperti ini. Terlebih lagi perusahaan yang dipimpinnya adalah perusahaan plat merah.

"Kalau BUMN saja diginiin, apalagi perusahaan swasta," keluhnya.

Milawarma menceritakan, sudah banyak uang yang dikeluarkan perusahaan untuk melakukan eksplorasi lahan batubara di kawasan tersebut. Namun saat ditemukan, perusahaannya justru tidak memiliki hak paten untuk mengurusi lahan tersebut.

"Istilahnya, kita ini sudah beli sayuran di pasar, telor, daging, saat semua sudah terhidang di meja, yang beli disuruh pergi semua. Yang makan orang lain," jelasnya dengan nada bergetar.

"Ini sangat menyakitkan," lanjutnya

Sebelumnya, kasus ini sudah dilaporkan oleh Milawarma dan Komisaris Utama PT Bukit Asam, Patrialis Akbar.

"Terdapat pencaplokan aset negara yang terorganisir, dilakukan oleh pejabat publik dan hanya menguntungkan pihak swasta," kata Patrialis.

Terjadi juga dugaan tindak korupsi terjadi karena Harunata yang menjabat sebagai bupati Lahat pada 2003-2008 secara terorganisir telah mengalihkan izin eksploitasi ke 34 perusahaan (awalnya empat perusahaan) swasta dengan sangat mudah. Padahal Bukit Asam yang notabene merupakan BUMN lebih dulu memiliki kuasa pertambangan dan memiliki hak tunggal untuk memperoleh kuasa pertambangan berdasarkan pasal 25 ayat 2 peraturan pemerintah No 32 tahun 1969.

"Akibatnya negara dirugikan lebih dari Rp 20 triliun," tutur Milawarma.

(mok/aan)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads