Namun hingga kini tak ada suara lantang dari polisi untuk memeriksa bahkan menangkap seorang oknum anggota TNI yang telah melakukan tindak pidana tersebut. Apa yang membuat polisi lamban menyelidiki kasus geng motor pita kuning tersebut?
"Sejak Orde Baru itu, jika mereka (anggota TNI) melakukan pidana umum, sampai saat ini ya masuk peradilan militer. Ini yang menyulitkan polisi untuk menyelidiki kasus yang melibatkan militer," kata pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar dalam perbincangan dengan detikcom, Selasa (17/4/2012).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi sebenarnya tidak ada perbedaan antara sipil dengan militer dalam rangka menindak pidana umum. Kecuali anggota itu melakukan pidana khusus militer," jelas purnawirawan polisi ini.
Bambang mengatakan jika anggota TNI tertangkap tangan melakukan tindak pidana, barulah polisi bisa menyelidiki dan memproses oknum anggota TNI tersebut.
"Ini yang harus diubah keistimewaannya," ujarnya.
Karena itu, lanjut Bambang, pihaknya mendesak UU tentang militer segera disahkan. Sehingga polisi bisa maksimal melakukan penyelidikan terhadap oknum anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum.
"Kecuali dia (oknum anggota TNI) itu membocorkan rahasia militer, persenjataan. Itu (ditangani) peradilan militer. Karena khusus," imbuhnya.
Anehnya lagi, jika oknum anggota TNI tersebut melakukan tindak pidana, maka polisi menyerahkan kasusnya ke polisi militer (Pom). Dari Pom, untuk menyelidiki kasus seperti geng motor pita kuning harus atas izin komandan langsung oknum tersebut.
"Ke Pom ini itu nanti harus lewat perwiranya, atau komandannya diizinkan atau tidak. Jadi masih ada prosedurnya lagi baru ke penyidik Pom," ungkapnya.
(gus/nrl)