"Setelah berbagai desakan dari masyarakat sipil selama 13 tahun, akhirnya Amanat Presiden (Ampres) untuk ratifikasi konvensi PBB tahun 1990, ditandatangani," ujar anggota Komisi IX DPR Rieke Dyah Pitaloka dalam rilis yang diterima detikcom, Minggu (8/4/2012).
Rieke menjelaskan, Ampres tersebut ditandatangani pada tanggal 7 Februari 2012. Ampres tersebut berisikan amanat bagi DPR dan pemerintahan dalam hal ini Kementerian Luar negeri, Kementerian Hukum dan HAM dan Kemenakertrans.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu Rieke juga mengajak agar seluruh pihak yang peduli terhadap buruh migran, mengawal Raker membahas Draf RUU Ratifikasi Konvensi PBB tahun 1990, antara Komisi IX dengan tiga Kementerian tersebut pada hari Senin 09 April 2012, di Ruang Rapat Komisi IX DPR RI.
Rieke mengatakan, ratifikasi Konvensi PBB tahun 1990 tersebut penting, karena di dalam Konvensi tersebut mengatur tentang:
1. Mengatur mengenai standar minimum perlindungan hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya seluruh buruh migran dan anggota keluarganya. Konvensi ini mendorong negara agar menyelaraskan perundang-undangannya dengan standar universal yang termaktub dalam konvensi.
2. Mengakui adanya kontribusi yang disumbangkan oleh buruh migran terhadap ekonomi dan masyarakat negara tempat mereka bekerja serta pembangunan negara asal mereka.
3. Mencantumkan serangkaian standar untuk perlindungan buruh migran dan kewajiban negara yang terkait meliputi negara asal, transi dan negara tempat bekerja.
4. Mencegah dan menghapuskan eksploitasi seluruh buruh migran dan anggota keluarga di seluruh proses migrasi termasuk mencegah terjadinya perdagangan manusia.
5. Konvensi ini tidak hanya melindungi para buruh migran, tapi juga melindungi kepentingan negara penerima buruh migran terkait dengan pembatasan akses kategori pekerjaan guna melindungi warganegaranya. Pembatasan ini tertuang pada pasal 52 ayat 2 (a) : "Membatasi akses pada kategori pekerjaan, fungsi, pelayanan atau kegiatan tertentu apabila diperlukan demi kepentingan negara tersebut dan diterapkan oleh ketentuan hukum nasional".
"Mengajak media massa untuk turut memonitoring proses pembahasan ratifikasi yang dilakukan oleh Komisi IX DPR RI dengan Kemenakertrans, Kemlu dan Kementerian Hukum dan HAM agar konvensi segera menjadi undang-undang," tutup Rieke.
(ray/mpr)