"MUI itu tidak paham konsep hukum. MUI menilai MK menghalalkan perzinahan, justru vonis MK itu mengancam orang agar tidak tidak berbuat zina agar mau bertanggung jawab pada anaknya," kata Mahfud MD saat meresmikan miniatur Wilwatika di Universitas Islam Majapahit, Mojokerto, Rabu (28/03/2012).
Mahfud MD juga menyatakan, MUI sendiri menyamakan hubungan keperdataan dengan hubungan nasab. "Keperdataan, belum tentu bisa diartikan nasab. MK sebenarnya menilai orang yang lahir, pasti punya hubungan nasab dengan bapaknya," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pria asal Madura ini menggambarkan, semisal ada anak terlahir dari hasil perzinahan dan bapaknya tidak bertanggung jawab, maka anak ini bisa menuntut bapaknya secara perdata.
"Sesuai Pasal 365 KUHP yang berbunyi Barang siapa yang melakukan perbuatan menimbulkan kerugian orang lain, bisa dituntut secara perdata. Jadi sebenarnya bukan menghalalkan perzinahan," tandasnya.
Seperti diketahui, Jumat (17/2) MK membuat keputusan revolusioner. MK menyatakan pasal 43 ayat (1) UU No 1/1974 tentang Perkawinan diubah dan menjadi "anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya".
(fat/ndr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini