Jakarta - Semua kalangan diminta untuk tidak mengkritisi pembinaan teritorial TNI yang tercantum dalam RUU TNI dengan membawa trauma masa lalu, walaupun diakui trauma masa lalu itu telah disalahgunakan untuk kepentingan sosial politik penguasa Orba.Hal itu dikatakan Dirjen Strategi Pertahanan Departemen Pertahanan Mayjen Sudrajat kepada wartawan sebelum rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (4/8/2004).Rapat membahas RUU TNI itu juga dihadiri Gubernur Lemhannas Ermaya Suradinata dan sesepuh TNI misalnya Sayidiman Surjohadiprojo (mantan Kasospol), Jenderal Pol Awaluddin (mantan Kapolri), Marsekal Rilo Pambudi (mantan KSAU) dan pengamat militer Salim Said. Rapat dipimpin Franky Kaihatu, Ibrahim Ambong dan Djoko Susilo.Sudrajat menyatakan, pengelolaan militer sebagai alat negara harus tunduk kepada kekuasaan sipil. Artinya, pengerahan kebijaksanaan penggunaan dan pembangunan militer ada pada otoritas sipil yaitu presiden. Namun kekuasaan itu tidak mutlak, harus dikontrol oleh DPR.Jadi harus ada
check and balance karena militer sebagai alat negara dibiayai oleh uang rakyat demi kepentingan negara. "Presiden dalam menggunakan TNI tidak boleh sewenang-wenang, harus ada kontrol DPR," kata Sudrajat.Bagaimana pengerahan pasukan TNI, apakah bisa tanpa izin Presiden? "Tidak ada
deployment tanpa perintah keputusan politik yang diambil presiden," jawab Sudrajat.Ditanya tentang dwifungsi menyusul adanya poin pembinaan teritorial dalam RUU TNI, Sudrajat menyatakan, sebaiknya semua pihak tidak gegabah. Menurutnya, terlalu pagi melihat fungsi antara fungsi pembinaan teritorial dan fungsi komando teritorial (koter). "Lihat esensinya dan lihat kondisi natural bangsa, kepulauan, dan perjalanan bangsa ini. Sehingga sebetulnya yang diusulkan oleh pemerintah kepada DPR dalam konteks pembinaan teritorial adalah bagian kegiatan militer yang masuk dalam lingkup atas izin presiden," papar Sudrajat.Dijelaskannya, tentara melakukan operasi perang dan operasi militer selain perang seperti yang tercantum dalam pasal 8 (2) RUU TNI, tentara melaksanakan pembinaan teritorial atas kebijakan pemerintah. Kekhawatiran teritorial masuk wilayah politik kan ada komitmen tentara tidak boleh berpolitik. Dalam kapasitas apa tentara bisa masuk politik kalau tanpa perintah presiden. Kalau diperintahkan presiden, tentunya akan dikontrol oleh DPR, jangan sampai presiden menyalahgunakan militer untuk kepentingan politik."Jadi kita jangan mengkritisi pembinaan teritorial dengan membawa trauma masa lalu. Trauma masa lalu itu disalahgunakan untk kepentingn sosial politik saat itu. Sekarang ini, semua sudah tidak ada. Pembinaan teritorial sudah ada pada lingkup yaitu membantu pemerintah dalam mempersiapkan potensi keamanan. Dan draf RUU TNI ini diajukan oleh pemerintah, bukan TNI," demikian Sudrajat.
(nrl/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini