Kisah Sedih PKL di Makassar
Daeng Nurung: Saya akan Bunuh Diri
Jumat, 30 Jul 2004 13:19 WIB
Makassar - Pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di lokasi pelabuhan Soekarno Hatta Makassar, akhirnya pasrah setelah Aministrator Pelabuhan (Adpel) menghancurkan kios mereka. Salah seorang di antara mereka mengancam akan bunuh diri. Penggusuran yang berbuah bentrokan antara PKL dengan Adpel itu terjadi pada Jumat (30/7/2004). Massa PKL sempat melawan penggusuran itu, sampai akhirnya sebagian dari mereka terluka akibat bentrokan yang tidak bisa dihindarkan. Kini, mereka pun harus kehilangan kios, tempat gantungan hidup mereka. Daeng Nurung (45) misalnya, telah berusaha sekuat tenaga mempertahankan kiosnya. Bahkan, karena tidak rela kiosnya digusur, ibu dari dua anak bahkan duduk di depan kendaraan yang ingin merobohkan kiosnya. "Silakan tabrak saya. Saya siap mati. Jangan menggusur, sebelum ada keputusan dari pengadilan..," ujarnya kesal. "Kalau kios saya digusur, saya akan bunuh diri...," ancamnya. Namun, upaya nekat Daeng Nurung tak membuat para petugas Adpel mengendurkan niatnya untuk menghancurkan kiosnya. Selain itu, Syamsiah (40), kini tak tahu lagi harus bekerja di mana. Selama ini, dia dan suaminya bisa mendapat nafkah dan menghidupi 8 orang anaknya dari hasil penjualan di kios tersebut. "Saya tidak tahu lagi harus kemana," ujar Syamsiah, dengan mata yang berlinang. Sebelum merelakan kiosnya dihancurkan oleh Adpel dengan menggunakan buldoser, Syansiah turut membela mati-matian mempertahankan kiosnya. Bahkan, pipi dan punggungnya memar karena terkena kayu rotan akibat pukulan dari aparat pelabuhan. Bukan tanpa alasan bila Syamsiah melawan, pasalnya sudah 12 tahun lamanya ia berjualan di lokasi pelabuhan. "Sebelumnya saya berdagang asongan di tempat ini. Lama-kalamaan, akhirnya saya punya cukup uang untuk beli kios, tapi akhirnya malah digusur," ceritanya.
(asy/)