MK Kabulkan Sebagian Judicial Review UU Penyiaran
Rabu, 28 Jul 2004 11:43 WIB
Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian judicial review UU 32/2002 tentang Penyiaran. Dari 22 pasal yang diajukan ke MK, hanya 2 pasal yang diterima MK.Demikian keputusan majelis hakim MK yang diketuai Jimly Asshiddiqie, yang dibacakan secara bergantian dalam sidang pleno yang digelar di Kantor MK jalan Medan Merdeka Barat Jakarta Pusat, Rabu (28/7/2004).Pasal yang diterima adalah pasal 44 ayat 1. Disebutkan: Lembaga penyiaran wajib melakukan ralat apabila isi siaran dan atau berita diketahui terdapat kekeliruan dan atau kesalahan atau terjadi sanggahan atau isi siaran dan atau berita.Terhadap pasal ini diputuskan penghilangan kata "atau terjadi sanggahan". Sehingga pasal itu menjadi berbunyi: Lembaga penyiaran wajib melakukan ralat apabila isi siaran dan atau berita diketahui terdapat kekeliruan dan atau kesalahan atau isi siaran dan atau berita.Pasal lain yang diterima adalah pasal 62 ayat 2. Disebutkan: Peraturan pemerintah seperti yang termaksud di dalam ayat 1 harus ditetapkan 60 hari setelah selesai disusun oleh KPI bersama pemerintah.Terhadap pasal ini diputuskan penghilangan kata "KPI bersama". Sehingga pasal itu menjadi berbunyi: Peraturan pemerintah seperti yang termaksud di dalam ayat 1 harus ditetapkan 60 hari setelah selesai disusun oleh pemerintah.Judicial review tersebut diajukan 6 organisasi penyiaran, yakni Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia, Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, Asosiasi Televisi Indonesia, Persatuan Sulih Suara Indonesia, dan Komunitas Televisi Indonesia.Dalam permohonan yang diajukan pemohon disebutkan, UU Penyiaran telah memberikan ketidakpastian hukum, serta menciptakan ketakutan kepada lembaga penyiaran untuk menyampaikan informasi.Hal itu berkaitan dengan adanya ancaman sanksi administratif kepada lembaga penyiaran tersebut. Tapi pasal-pasal itu yang justru ditolak majelis hakim.Kuasa hukum pemohon Todung Mulya Lubis usai pembacaan putusan mengatakan, dengan adanya perubahan dalam pasal-pasal tersebut, terutama pasal 62 ayat 2, itu berati KPI tidak lagi mempunyai kewenangan untuk membuat regulasi."Jadi KPI hanya melaksanakan tugas dari regulasi yang dibuat pemerintah. Dan memang regulasi seharusnya dibuat pemerintah," ujarnya.Todung mengaku pihaknya menghormati keputusan MK, dan tidak ada kata puas atau tidak puas. "Karena ini adalah keputusan final dan tidak bisa dilakukan upaya hukum lagi," katanya.
(sss/)











































