"Beras ini sudah tumbuh di sini sejak nenek moyang dulu. Sejak turun temurun," kata pedagang beras Adan Krayan, Henri Simson saat berbincang dengan detikcom, Jumat,(13/1/2012).
Beras tersebut ditanam di atas lahan sawah tradisional. Air mengalir sepanjang tahun. Untuk pupuk, dari kotoran kerbau. Kondisi alam yang di lembah dan ngarai membuat beras organik ini berbeda dengan daerah lain. "Berasnya lebih putih, seperti beras ketan. Rasanya pulen. Kalau ditanam di tempat lain, rasanya beda. Kenapa? ya karena faktor alam," beber warga asli Nunukan ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masa panen 6 bulan. Setelah itu, sawah dibiarkan selama 6 bulan menjadi kolam ikan. Ikannya datang sendiri. Baru setelah itu ditanam lagi," ungkap Henri.
Kondisi alam yang susah, menyebabkan beras paling banyak dijual ke Malaysia. Dalam 1 kali masa panen, sedikitnya bisa menghasilkan 9 ton dari 3 ribu hektar sawah. Perkilonya dijual 39 ringgit untuk Malaysia, sedangkan jika dijual di Kaltim maka dijual Rp 25 ribu/kg.
"Masyarakat setempat, setelah menyimpan untuk makan sehari-hari selama satu tahu, maka sisanya dijual. Masyarakat setempat selain hidup dari Adan Krayan juga menggantungkan hidup dari perikanan dan ternak kerbau/sapi," tuturnya.
Wilayah Krayan tersebut berada pada ketinggian sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut. Wilayah tersebut termasuk sulit dijangkau karena hanya bisa ditempuh melalui jalan udara dari Kabupaten Nunukan atau Tarakan. Tidak hanya itu, wilayah ini juga tidak bisa akses melalui jalan darat atau sungai.
"Jadi wajar masyarakat setempat menjual ke Malaysia. Tapi mereka menjualnya dengan merek Malaysia, Bario Rice," tuntas Henri yang mengaku sampai menolak pesanan beras karena banyak permintaan.
Seperti diketahui, Dirjen Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) mengeluarkan sertifikat paten ada 9 Januari 2012 lalu. Dengan keluarnya hak paten ini, maka tidak ada alasan lagi bagi Malaysia mengklaim beras tersebut produksi mereka.
(asp/anw)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini